Sudah Minta Maaf, Keluarga Korban Memaafkan. Apakah Hukuman Bisa Batal?
1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci tentang Tindak Pidana Terkait Permintaan Maaf dan Pemaafan
Tindak pidana yang dimaksud dalam konteks “sudah minta maaf dan keluarga korban memaafkan” adalah suatu perbuatan yang oleh undang-undang dianggap sebagai pelanggaran hukum pidana, tetapi kemudian pelaku menunjukkan itikad baik dengan meminta maaf, dan korban atau keluarganya memberikan pemaafan. Perlu dipahami bahwa tidak semua tindak pidana dapat dihentikan proses hukumnya hanya karena adanya permintaan maaf atau pemaafan. Hanya tindak pidana tertentu yang tergolong dalam kategori delik aduan yang memungkinkan proses hukumnya dihentikan ketika korban mencabut pengaduan.
Delik aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat ditindaklanjuti jika ada laporan dari pihak yang menjadi korban. Contohnya adalah pencemaran nama baik, penghinaan, perzinahan, serta penganiayaan ringan. Dalam tindak pidana seperti ini, jika korban atau pihak yang berhak mencabut pengaduannya, maka proses pidana tidak dapat dilanjutkan. Namun, untuk delik biasa seperti pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, dan korupsi, proses hukum tetap berjalan meskipun pelaku telah meminta maaf dan korban memaafkan, karena negara tetap berkepentingan untuk menegakkan hukum.
2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur dalam KUHP (UU No.1 Tahun 2023) dan Tindak Pidana Khusus
Dalam KUHP Baru (UU No.1 Tahun 2023) terdapat beberapa pasal penting yang berkaitan dengan penghapusan pidana karena pencabutan pengaduan atau adanya perdamaian:
-
Pasal 23: “Hak untuk menuntut pidana hapus jika ada pencabutan pengaduan terhadap tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan.” Artinya, jika korban mencabut pengaduannya terhadap delik aduan, maka tidak ada dasar lagi bagi penegak hukum untuk melanjutkan proses pidana.
-
Pasal 24: Pencabutan pengaduan hanya dapat dilakukan oleh pengadu sendiri dalam tenggat waktu tertentu dan sebelum perkara disidangkan. Jika telah disidangkan, pencabutan tidak serta merta menggugurkan proses hukum, tetapi dapat dijadikan alasan untuk meringankan putusan oleh hakim.
-
Pasal 51: Dalam kondisi tertentu, penghapusan pidana dimungkinkan apabila terdapat perdamaian yang didasarkan pada pendekatan keadilan restoratif. Namun, tidak semua jenis tindak pidana dapat diselesaikan secara damai.
-
Pasal 234: Menyatakan bahwa dalam hal terjadi perdamaian antara pelaku dan korban, hakim dapat menggunakan pertimbangan tersebut untuk memutuskan sanksi pidana yang lebih ringan, bahkan dalam bentuk tidak menjatuhkan pidana sama sekali.
Sementara itu, dalam tindak pidana khusus seperti korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), tindak pidana narkotika (UU No. 35 Tahun 2009), dan terorisme (UU No. 5 Tahun 2018), perdamaian atau pemaafan korban tidak bisa menghentikan proses hukum karena sifat tindak pidananya berdampak besar terhadap masyarakat luas dan negara.
3. Contoh Kasus dan Penjelasan Berdasarkan KUHP No.1 Tahun 2023
Contoh kasus: Penganiayaan ringan (Pasal 281 KUHP 2023)
Seorang pemuda bernama Andi terlibat pertengkaran dengan temannya, Bayu, dan memukulnya sehingga Bayu mengalami luka ringan. Bayu melaporkan Andi ke polisi dan kasus masuk tahap penyelidikan. Namun, Andi kemudian datang meminta maaf, dan keluarga Bayu menerima permintaan maaf tersebut serta menginginkan kasus ini diselesaikan secara damai.
Karena penganiayaan ringan termasuk delik aduan, maka sesuai Pasal 23 KUHP 2023, jika Bayu mencabut pengaduannya sebelum perkara masuk persidangan, maka perkara dapat dihentikan. Ini disebut sebagai penghapusan hak menuntut pidana karena tidak ada lagi pengaduan sebagai dasar penuntutan.
Namun, apabila kasus sudah masuk persidangan dan baru ada perdamaian, maka sesuai Pasal 234 KUHP 2023, hakim masih bisa mempertimbangkan perdamaian tersebut untuk menjatuhkan pidana ringan atau membebaskan terdakwa.
4. Proses Peradilan dari Penyelidikan hingga Tahap Pengadilan atau PK
-
Penyelidikan: Dilakukan oleh penyelidik (umumnya polisi) untuk menentukan apakah ada peristiwa pidana. Jika cukup bukti awal, maka dilanjutkan ke tahap penyidikan.
-
Penyidikan: Tahap di mana penyidik mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi, tersangka, serta barang bukti. Jika pelaku dan korban telah berdamai dan perkara termasuk delik aduan, maka korban dapat mencabut pengaduan, dan perkara bisa dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
-
Penuntutan oleh Jaksa: Jika penyidik menyimpulkan perkara layak untuk dilanjutkan, berkas diserahkan ke jaksa. Jaksa menilai kelengkapan berkas (P-21) dan menyiapkan dakwaan.
-
Persidangan: Jaksa membacakan dakwaan, hakim mendengar keterangan saksi, korban, dan terdakwa. Jika dalam persidangan terungkap bahwa korban memaafkan pelaku, hakim tetap mempertimbangkan fakta tersebut dalam putusan akhir, bisa berupa pemidanaan yang ringan atau pembebasan, tergantung pada jenis tindak pidana.
-
Peninjauan Kembali (PK): Jika telah ada putusan tetap, tetapi ditemukan bukti baru (novum) atau ada kekeliruan nyata dari hakim, maka pihak terpidana dapat mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Dalam konteks perdamaian, bukti baru terkait perjanjian damai bisa dijadikan alasan untuk meringankan atau menghapus pidana bila belum dipertimbangkan sebelumnya.
5. Kesimpulan dan Permasalahan dalam Proses Peradilan
Kesimpulannya, permintaan maaf dan pemberian maaf dari korban tidak secara otomatis membatalkan hukuman, kecuali:
-
Tindak pidananya termasuk delik aduan, dan pengaduan dicabut sebelum sidang.
-
Terdapat ketentuan hukum yang memperbolehkan penghapusan pidana karena perdamaian.
-
Hakim menggunakan kebijaksanaannya berdasarkan prinsip keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Pasal 234 KUHP 2023.
Namun, dalam delik biasa dan tindak pidana khusus, proses hukum tetap berlanjut meskipun ada permintaan maaf, karena kejahatan tersebut merugikan masyarakat luas dan negara.
Permasalahan dalam praktik peradilan antara lain:
-
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang jenis tindak pidana dan proses hukum.
-
Proses pencabutan pengaduan yang tidak dilakukan sesuai prosedur.
-
Tekanan dari pihak luar untuk mencabut laporan, yang bisa mengarah ke kompromi hukum.
-
Tidak konsistennya penerapan prinsip keadilan restoratif oleh aparat penegak hukum di lapangan.
-
Kurangnya regulasi teknis pelaksanaan perdamaian dalam sistem peradilan pidana secara menyeluruh.
Maka, meskipun permintaan maaf dan pemaafan korban adalah langkah positif dalam penyelesaian konflik, perlu dilihat terlebih dahulu dari sisi hukum formal apakah tindak pidana tersebut memang dapat dihentikan atau hanya bisa dijadikan pertimbangan dalam pemidanaan.
Pertanyaan Terkait :
- Anak di bawah umur membunuh. Penjara atau Bebas?
- Bisa kah satu pembunuhan dijerat 3 pasal sekaligus?
- Kenapa ada pembunuh dihukum mati, tapi ada yang cuma 5 tahun?
- Membunuh pakai racun vs senjata tajam. Hukumnya beda?
Advokat & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Rekan)
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |