Cuma Mendorong, Tapi Korban Mati. Termasuk Pembunuhan?
1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci Tentang Tindak Pidana Tersebut
Mendorong seseorang, dalam kondisi biasa, mungkin tidak dimaksudkan untuk menghilangkan nyawa. Namun, apabila akibat dari dorongan itu seseorang meninggal dunia, maka hukum pidana akan melihat peristiwa tersebut berdasarkan niat (dolus) dan kelalaian (culpa).
Jika dorongan dilakukan dengan niat menyakiti atau dengan kesadaran bahwa dorongan itu bisa berakibat fatal misalnya, mendorong seseorang dari ketinggian, ke sungai, atau ke arah kendaraan yang sedang melaju maka bisa dikategorikan sebagai pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Sebaliknya, jika dorongan dilakukan tanpa niat membunuh dan tidak ada kesadaran bahwa tindakannya bisa menyebabkan kematian, maka peristiwa tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan karena kelalaian, misalnya penganiayaan yang berakibat kematian karena kurang hati-hati, atau pembunuhan tidak sengaja (culpa lata).
2. Dasar Hukum dan Penjelasan Pasal yang Mengatur
Tindak pidana ini dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam KUHP, tergantung dari unsur kesengajaan dan akibat yang ditimbulkan.
-
Pasal 338 KUHP (Pembunuhan Biasa):
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” -
Pasal 351 ayat (3) KUHP (Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian):
“Jika akibat penganiayaan itu orangnya mati, maka yang bersalah dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.” -
Pasal 359 KUHP (Mati Karena Kelalaian):
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.”
Penentuan pasal mana yang dipakai sangat bergantung pada pembuktian apakah pelaku memiliki niat membunuh atau tidak, serta kondisi objektif saat dorongan terjadi.
3. Contoh Kasus dan Penjelasannya Secara Lengkap dan Detail
Salah satu contoh nyata adalah kasus yang terjadi di Bandung pada tahun 2020, di mana seorang pria mendorong temannya saat sedang bercanda. Dorongan itu membuat korban terjatuh ke belakang, membentur lantai keras, dan mengalami pendarahan otak yang menyebabkan kematian.
Pelaku mengaku tidak ada niat membunuh. Ia hanya iseng mendorong saat korban tidak siap. Namun karena perbuatannya menyebabkan kematian, polisi menetapkannya sebagai tersangka dan menjerat dengan Pasal 359 KUHP tentang kealpaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Penting dalam kasus ini adalah hasil autopsi yang membuktikan bahwa korban memang meninggal karena cedera akibat benturan, bukan karena penyakit atau faktor lain. Juga diperkuat dengan keterangan saksi bahwa pelaku tidak sedang bertengkar atau menunjukkan tanda kekerasan sebelumnya.
4. Proses Peradilan Tindak Pidana Ini Secara Runut
Proses dimulai dari penyelidikan oleh pihak kepolisian setelah ada laporan kematian tidak wajar. Polisi melakukan olah TKP, meminta visum, dan memeriksa saksi-saksi yang berada di lokasi.
Setelah ditemukan bahwa kematian disebabkan oleh tindak kekerasan (meski tampak ringan), penyidik meningkatkan kasus ke tahap penyidikan. Pelaku diperiksa, ditahan, dan barang bukti dikumpulkan, termasuk hasil autopsi dan rekaman CCTV jika ada.
Kemudian dilakukan pengiriman berkas ke kejaksaan. Jika berkas lengkap (P21), maka masuk ke tahap penuntutan di pengadilan. Dalam persidangan, jaksa membacakan dakwaan, menghadirkan saksi dan bukti medis.
Jika terbukti bahwa pelaku bersalah karena kelalaiannya menyebabkan kematian, maka majelis hakim akan menjatuhkan vonis, bisa berupa penjara sesuai dengan batas maksimum dari pasal yang dipakai (biasanya Pasal 359 KUHP).
Apabila terdakwa atau jaksa merasa putusan tidak sesuai, maka bisa dilakukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK) sesuai hukum acara pidana yang berlaku.
5. Kesimpulan dan Permasalahan dalam Proses Peradilan
Kesimpulannya, meskipun “cuma mendorong” dan tidak ada niat membunuh, perbuatan tersebut tetap bisa diproses secara hukum jika mengakibatkan kematian. Pembuktiannya akan berfokus pada apakah dorongan itu dilakukan dengan sengaja, atau karena kelalaian, dan bagaimana akibat fatal itu bisa terjadi.
Pasal yang bisa digunakan meliputi Pasal 338 (pembunuhan), Pasal 351 ayat (3) (penganiayaan berakibat mati), atau Pasal 359 (kematian karena kelalaian).
Permasalahan yang mungkin muncul di peradilan antara lain:
-
Sulitnya membuktikan niat atau kesengajaan jika tidak ada saksi atau bukti kuat.
-
Ketiadaan CCTV atau rekaman yang bisa memperjelas kejadian.
-
Tekanan sosial atau keluarga korban yang menginginkan hukuman berat, meski sebenarnya pelaku tidak berniat jahat.
-
Perbedaan penafsiran ahli forensik atau hukum dalam menentukan penyebab kematian dan kaitannya dengan perbuatan pelaku.
Kasus seperti ini menuntut kehati-hatian dari aparat penegak hukum agar tidak menyalahgunakan pasal yang digunakan, serta tetap menjamin keadilan baik bagi korban maupun pelaku.
Pertanyaan Terkait :
- Bisa kah niat membunuh dibuktikan hanya dari chat WhatsApp?
- Bunuh orang demi warisan, kena pasal berapa?
- Cuma mendorong, tapi korban mati. Termasuk pembunuhan?
- Apa beda tikam karena panik vs tikam karena rencana?
Ditulis oleh :
Advokat dan Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzffa, SH & Partners (ABR)
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |