View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Jenis-jenis Narkoba , Konsultasi Hukum , Narkotika Dan Obat Berbahaya , Sabu » Apa yang harus dilakukan jika merasa dijebak memakai sabu?

Apa yang harus dilakukan jika merasa dijebak memakai sabu?

Berikut penjelasan lengkap tentang apa yang harus dilakukan jika seseorang merasa dijebak menggunakan sabu (narkotika), ditinjau dari perspektif hukum pidana di Indonesia:

1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci Tentang Tindak Pidana Tersebut

Tindak pidana narkotika, termasuk penyalahgunaan sabu (metamfetamina), merupakan pelanggaran serius dalam hukum Indonesia. Sabu tergolong narkotika golongan I, yang memiliki potensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan untuk pengobatan.

Jika seseorang merasa dijebak menggunakan sabu, maka secara hukum ia bisa masuk dalam kategori sebagai korban atau tersangka, tergantung dari alat bukti dan kronologi peristiwa. Namun, hukum pidana tetap memuat asas strict liability terhadap kepemilikan dan penggunaan narkotika, sehingga siapapun yang terbukti memiliki, menguasai, atau mengonsumsi narkotika bisa dijerat hukum meskipun mengaku tidak sengaja.

Aspek jebakan seringkali muncul dalam bentuk rekayasa kasus atau perangkap (entrapment) oleh oknum, baik dari aparat maupun pihak ketiga. Jika dapat dibuktikan adanya unsur jebakan, maka bisa menjadi dasar pembelaan di pengadilan (plea of entrapment).

2. Dasar Hukum dan Isi Pasal yang Mengatur

Undang-Undang yang mengatur tindak pidana ini adalah:

  • UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Pasal-pasal penting yang biasa dijeratkan dalam kasus penggunaan sabu antara lain:

  • Pasal 112 Ayat (1):
    Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun serta denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar.

  • Pasal 127 Ayat (1) huruf a:
    Setiap penyalah guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 4 tahun.

Penjelasan penting: Jika seseorang memang terbukti hanya sebagai korban penyalahgunaan untuk diri sendiri (bukan pengedar), maka Pasal 127 lebih tepat. Namun, jika ditemukan barang bukti dalam jumlah besar atau adanya indikasi pengedaran, maka bisa dikenai Pasal 112 bahkan Pasal 114.

  • Pasal 54:
    Menyebutkan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.

3. Contoh Kasus dan Penjelasannya

Contoh Kasus:
Seorang pemuda bernama "R" ditangkap di rumah temannya saat sedang berkumpul. Polisi mendapati sabu di dalam ruangan. R mengaku tidak tahu-menahu soal sabu tersebut dan merasa dijebak karena sabu diletakkan oleh orang lain.

Penanganan Kasus:
Dalam proses penyidikan, ditemukan bahwa R sempat dites urine dan hasilnya positif mengandung narkotika. Namun tidak ditemukan bukti langsung bahwa R membawa atau menyimpan sabu tersebut. Kuasa hukum kemudian mengajukan pembelaan bahwa R hanya korban jebakan dan tidak memiliki sabu secara langsung.

Putusan:
Majelis hakim menjatuhkan vonis rehabilitasi berdasarkan Pasal 127 dan Pasal 54 UU Narkotika karena dinilai hanya sebagai korban penyalahgunaan dan bukan pengedar, serta tidak ditemukan bukti kuat bahwa R memiliki atau menguasai sabu tersebut secara aktif.

4. Proses Peradilan: Penyelidikan hingga Persidangan

  • Penyelidikan:
    Dilakukan oleh polisi untuk memastikan ada atau tidaknya dugaan tindak pidana. Dalam kasus narkotika, ini termasuk pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP), saksi, serta awal pengumpulan barang bukti.

  • Penyidikan:
    Jika ada indikasi kuat, maka akan dilakukan penangkapan dan pemeriksaan lanjutan. Termasuk uji laboratorium (tes urine, darah), analisis barang bukti, serta pemeriksaan intensif terhadap saksi-saksi.

  • Penahanan dan Penetapan Tersangka:
    Jika dua alat bukti terpenuhi (misal: hasil lab dan barang bukti sabu), maka penetapan tersangka dilakukan.

  • P21 dan Pelimpahan Berkas ke Kejaksaan:
    Setelah penyidikan lengkap, berkas dikirim ke kejaksaan. Jika dinyatakan lengkap, dilanjutkan ke tahap persidangan.

  • Persidangan di Pengadilan Negeri:
    Jaksa penuntut umum menyampaikan dakwaan. Tersangka dibela oleh kuasa hukum. Jika bisa dibuktikan bahwa sabu bukan milik tersangka atau ada unsur jebakan, maka bisa dijadikan dasar pembelaan.

  • Putusan Pengadilan:
    Bisa berupa vonis bebas, rehabilitasi, atau penjara tergantung bukti dan pembelaan.

  • Upaya Hukum Lanjutan:
    Jika putusan dianggap tidak adil, bisa dilakukan banding ke Pengadilan Tinggi, kasasi ke Mahkamah Agung, atau Peninjauan Kembali (PK) jika ada bukti baru (novum).

5. Perlindungan Hukum oleh Pengacara atau Advokat

Peran pengacara sangat penting dalam kasus ini, terutama jika tersangka mengaku dijebak. Advokat dapat melakukan:

  • Praperadilan:
    Menggugat keabsahan penangkapan atau penahanan yang tidak sah.

  • Menyusun Pembelaan (Pledoi):
    Menyampaikan argumentasi hukum bahwa tersangka adalah korban dan tidak memiliki niat atau kesadaran menguasai sabu.

  • Mengajukan Rehabilitasi:
    Jika tersangka pengguna aktif atau pecandu, maka bisa diajukan permohonan rehabilitasi ke BNN atau pengadilan.

  • Mengungkap Fakta Jebakan:
    Dengan mendatangkan saksi ahli, bukti CCTV, atau komunikasi digital, advokat bisa menunjukkan bahwa sabu ditempatkan oleh orang lain tanpa sepengetahuan tersangka.

  • Upaya Hukum Tambahan:
    Banding, kasasi, atau PK jika putusan tidak memihak keadilan.

6. Kesimpulan dan Permasalahan yang Mungkin Muncul

Kasus penggunaan sabu yang diduga sebagai jebakan menjadi dilema karena hukum Indonesia menerapkan asas tanggung jawab atas kepemilikan dan penggunaan narkotika secara objektif. Seseorang tetap bisa dihukum meskipun mengaku tidak tahu asal usul narkotika, asalkan terbukti digunakan atau ditemukan dalam penguasaan.

Namun demikian, sistem hukum juga menyediakan ruang pembelaan dan upaya rehabilitasi terutama jika pelaku terbukti hanya sebagai pengguna atau korban rekayasa. Hambatan yang sering muncul dalam proses peradilan antara lain:

  • Sulitnya pembuktian unsur jebakan atau rekayasa

  • Keterbatasan pemahaman hukum oleh tersangka saat ditangkap

  • Tekanan psikis saat pemeriksaan yang bisa memengaruhi pengakuan

  • Penafsiran yang kaku oleh aparat hukum terhadap pasal-pasal pidana

Maka dari itu, penting untuk segera menghubungi kuasa hukum jika mengalami hal seperti ini, agar perlindungan hukum bisa diberikan sedini mungkin.

Pertanyaan Terkait : 

Konsultasi Hukum :
Advokat & Konsultan Hukum

Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Rekan)

KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM