View All MAKALAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 18 Oktober 2017, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

07c - Putusan Pengadilan Dalam Hukum Acara Perdata

07c - Putusan Pengadilan Dalam Hukum Acara Perdata
07c - Putusan Pengadilan Dalam Hukum Acara Perdata
Putusan Pengadilan Dalam Hukum Acara Perdata.
Materi PKPA FHP-edulaw W3 2017

PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan - peraturan yang  memuat tata cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan tata cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan - peraturan hukum perdata. Hukum acara perdata merupakan hukum formil yang harus dijalani sesuai dengan apa yang telah diatur didalamnya. Tanpa adanya hukum acara perdata, maka mustahil hukum perdata materiil dapat dilaksanakan.

Tujuan dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan bagaimanakah hukumnya dalam suatu kasus, yaitu bagaimanakah hubungan hukum antara dua pihak yang berperkara itu seharusnya dan agar segala apa yang ditetapkan itu direalisir, jika perlu dengan paksaan.

Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil yang akan dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan. Oleh karena itu penulis akan menguraikan secara lebih detail bagaimana tata cara dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh hakim dalam mumbuat sebuah putusan. Karena apabila terdapat suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan atau syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat hukum dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.

2.      Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahan hanya tehadap beberapa hal dengan harapan agar dalam merumuskan sesuatu dapat lebih focus dan terarah. Hal ini akan memudahkan pembaca untuk memahami apa yang dimaksud dalam makalah ini, berbeda ketika suatu pembahasan yang panjang dan bertele-tele tentunya akan menggiring pembaca pada hal hal lain yang bahkan akan melenceng dari tujuan penulisan makalah ini. Untuk itu pada makalah ini penulis hanya akan menguraikan terbatas pada :
  1. Pengertian Putusan Pengadilan
  2. Jenis-jenis Putusan Pengadilan
  3. Asas Putusan Hakim
  4. Susunan dan Isi Putusan Pengadilan
  5. Kekuatan Putusan Pengadilan
  6. Tujuan Penulisan
Dengan tulisan ini diharapkan semua pihak khususnya pembaca dapat memahami apakah arti putusan pengadilan, bagaimanakan sistematika atau susunan putusan itu harus dibuat, lalu jenis – jenis putusan pengadilan itu dan kemudian yang terakhir bagaimana kekuatan sebuah putusan sehinga dapat dilaksanakan oleh para pihak yang berperkara.

4.      Manfaat Penulisan
Walaupun tulisan ini sangat sederhana dan masih sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh pembaca pada umumnya karena katerbatasan ilmu dan wawasan penulis, mudah-mudahan sedikit dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan sebuah referensi, bahan bacaan untuk  memperkaya khasanah kepustakaan yang telah dimiliki serta dapat memacu penulis untuk lebih banyak menggali wawasan dengan membaca literature dan buku-buku yang berkaitan dengan hukum acara perdata khususnya, agar dalam membuat tulisan dapat lebih berkualitas yang dapat dijadikan rujukan oleh pembaca.

PEMBAHASAN
I.  Pengertian  Putusan Pengadilan
Penjelasan pasal 60 undang-undang Nomor 7 tahun 1989 memberi definisi tentang putusan sebagai berikut: "Putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa. Sedangkan Drs. H.A. Mukti Arto, SH. Memberi definisi terhadap putusan, bahwa : "Putusan ialah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. (Dewi, 2005, hal: 148).

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.,  Putusan hakim adalah : “suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”.

Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan adalah merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh para pihak yang berperkara guna menyelesaikan sengketa yang dihadapi, dengan putusan hakim akan mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, suatu putusan hakim merupakan suat pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau supaya jangan melakukan suatu perbuatan  yang harus ditaati.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG, apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan diajukan. Proses pemeriksaan dianggap selesai apabila telah menempu tahap jawaban dari tergugat sesuai dari pasal 121 HIR, Pasal 113 Rv, yang dibarengi dengan replik dari penggugat berdasarkan Pasal 115 Rv, maupun duplik dari tergugat, dan dilanjutkan dengan proses tahap pembuktian dan konklusi.

Jika semua tahapan ini telah tuntas diselesaikan, Majelis menyatakan pemeriksaan ditutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau pengucapan putusan. Mendahului pengucapan putusan itulah tahap musyawarah bagi Majelis untuk menentukan putusan apa yang hendak dijatuhkan kepda pihak yang berperkara. Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan putusan pada uraian ini adalah putusan peradilan tingkat pertama.

Untuk dapat membuat putusan pengadilan yang benar-benar menciptakan kepastian dan mencerminkan keadilan bagi para pihak yang berperkara, hakim harus mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum yang akan ditetapkan baik peraturan hukum tertulis dalam perundang - undangan maupun peraturan hukum tidak tertulis atau hukum adat.

Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan.Pengadilan menjatuhkan putusan atas ha-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari yang digugat.

II.  Jenis-Jenis Putusan
Dalam penyusunan Hukum Acara Perdata telah dibuat sedemikian rupa agar prosesnya dapat berjalan secara cepat, sederhana, mudah dimengerti dan tentunya dengan biaya yang murah.
Menurut bentuknya penyelesaian perkara oleh pengadilan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
  1. Putusan / vonis : Suatu putusan diambil untuk memutusi suatu perkara
  2. Penetapan / beschikking : suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan “yuridiksi voluntair”
Sedangkan menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua macam pengolongan putusan yakni :
  1. Putusan Sela ( Putusan interlokutoir)
    Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu :
    1. Putusan Preparatuir, putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir
    2. Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir
    3. Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.
    4. Putusan provisional, putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. 
  2. Putusan Akhir
    Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA. Macam-macam putusan akhir adalah sbb. :
    1. Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata, misalnya menerangkan bahwa A adalah ahli waris dari B dan C.
    2. Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya putusan yang menyatakan seseorang jatuh pailit.
    3. Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman, misalnya pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan yang ada diatasnya untuk membayar hutangnya.
III.   Asas Putusan Hakim
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 178 H.I.R, Pasal 189 R.Bg. dan beberapa pasal dalam Undang – undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman, maka wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi tugas untuk itu, untuk selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan oleh undang-undang, agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum, yakni :
  1. Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
    Menurut asas ini setiap putusan yang jatuhkan oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup, memuat dasar dasar putusan, serta menampilkan pasal pasal dalam peraturan undang – undang tertentu yang berhubungan dengan perkara yang diputus, serta berdasarkan sumber hukum lainnya, baik berupa yurisprudensi, hukum kebiasaan atau hukum adapt baik tertulis maupun tidak tertulis, sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang – undang No. 4 tahun 2004 pasal 25 Ayat (1). Bahkan menurut pasal 178 ayat (1) hakim wajb mencukupkan segala alasan hukm yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara.
  2. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
    Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (2) H.I.R., Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan Pasal 50 Rv. Yakni, Hakim dalam setiap keputusannya harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi tuntutan dan mengabaikan gugatan selebihnya. Hakim tidak boleh hanya memerriksa sebagian saja dari tuntutn yang diajukan oleh penggugat.
  3. Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
    Menurut asas ini hakim tidak boleh memutus melebihi gugatan yang diajukan (ultra petitum partium). Sehingga menurut asas ini hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugat dianggap telah melampaui batas kewenangan atau ultra vires harus dinyatakan cacat atau invalid, meskipun hal itu dilakukan dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (3) H.I.R., Pasal 189 ayat (3) R.Bg. dan Pasal 50 Rv.
  4. Diucapkan di Muka Umum
    Prinsip putusan diucapkan dalam sidang terbuka ini ditegaskan dalam Undang undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20. Hal ini tidak terkecuali terhadap pemeriksaan yang dilakukan dalam sidang tertutup, khususnya dalam bidang hukum keluarga, misalnya perkara perceraian, sebab meskipun perundangan membenarkan perkara perceraian diperiksa dengan cara tertutup.
    Namun dalam pasal 34 peraturan Pemerintah tahun 1975 menegaskan bahwa putusan gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sehingga prinsip keterbukaan ini bersifat memaksa (imperative), tidak dapat dikesampingkan, pelnggaran terhadap prinsip ini dapat mengakibatkan putusan menjadi cacat hukum.
IV.    Susunan dan Isi Putusan Pengadilan
Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai asas yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR [9] , Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004. Menurut ketentuan undang undang ini, setiap putusan harus memuat hal – hal sebagai berikut :
  1. Kepala Putusan
    Suatu putusan haruslan mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 (1) UU No. 14 / 1970 kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut
  2. Identitas pihak yang berperkara
    Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.
  3. Pertimbangan atau alasan-alasan
    Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu  pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.
    Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No 14/1970 menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.
    Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan putusan harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K / SIP / 1969; MA tanggal 16 Desember 1970 No. 492 / K / SIP / 1970. Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang dari dasar gugatan harus dibatalkan MA tanggal 01 September 1971 No 372 K / SIP / 1970
  4. Amar atau diktum putusan
    Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu. Dalam diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok perselisihan.
  5. Mencantumkan Biaya Perkara
    Pencantuman biaya perkara dalam putusan diatur dalam pasal 184 ayat (1) H.I.R dan pasal 187 R.Bg., bahkan dalam 183 ayat (1) H.I.R. dan pasal 194 R.Bg. dinyatakan bahwa banyaknya biaya perkara yang dijatuhkan kepada pihak yang berperkara.
V.    Kekuatan Putusan Hakim
Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu. Jenis jenis putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu :
  1. Kekuatan Mengikat
    Kekuatan mengikat ini karena kedua pihak telah bersepakat untukmenyerahkan kepada pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka, maka dengan demikian kedua pihak harus tunduk terhadap putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim.
  2. Kekuatan Pembuktian
    Putusan pengadilan yang dituangkan dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti oleh kedua pihak apabila diperlukan sewaktu-waktu oleh para pihak untuk mengajukan upaya hukum.
  3. Kekuatan Executorial
    Putusan hakim atau putusan pengadilan adalah kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa oleh para pihak dengan bantuan  alat – alat negara terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela.
Kesimpulan
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara sengketa antar pihak. Putusan yang dibuat oleh hakim haruslah mengikuti tata cara yang disyahkan oleh perundang - undangan yang ada, melalui yurisprudensi, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis.

Sistematika atau susunan putusan harus mengacu pada ketentuan yang ada, untuk itu dalam edaran S.E.M.A telah diberikan semacam guidance atau petunjuk agar sebelum hakim membacakan putusan agar terlebih dahulu membuat konsep putusan tersebut, hal ini dimaksuudkan agar pada saat pembacaan putusan tidak terjadi kesalahan yang fatal yang dapat berakibat cacat sebuah putusan.

Pelanggaran, kelalaian atau kealpaan hakim terhadap ketentuan yang telah digariskan oleh perundangan dapat mengakibatkan keputusan yang dibuat menjadi cacat (invalid). Bila terjadi hal yang demikian tentunya proses persidangan yang telah berlangsung yang telah banyak menyita waktu akan sangat merugikan bagi para pihak yang bersengketa, disamping itu biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak akan bertambah besar, yang mana hal ini sangat bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat dan biaya murah.
Saran

Dengan semakin pesatnya perkembangan technology yang ada saat sekarang maupun masa – masa yang akan datang, maka mutlak diperlukan bagi pemerintah, hakim, para intelektual, pakar pakar hukum serta para pihak yang, untuk selalu menggali kemungkinan - kemungkinan yang akan dan ataupun yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi kekosongan hukum, karena pada hakikatnya tidaklah mungkin peraturan – peraturan yang dibuat itu sempurna, sehingga diperlukan perbaikan – perbaikan sesuai dengan perkembangan zaman.

Mudah – mudahan tulisan singkat ini dapat membawa manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya, guna menambah khasanah pengetahuan yang telah ada. Sebagaimana telah penulis ungkapkan dalam awal tulisan ini, mengingat keterbatasan pengetahuan penulis, kiranya kritik dan saran amat penulis perlukan untuk perbaikan pada masa – masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
  • Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, 2004. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
  • M. Yahya Harahap,S.H. Hukum Acara Perdata, 2010. Jakarta: Sinar Grafita
  • Prof. R. Subekti, S.H, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung, Cet. Ke 3, 1989
  • Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, 1998. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
  • Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H. Hukum Acara Perdata, 1997. Bandung: Cv Mandar Maju.
  • Sudarto, S.H. Modul Hukum Acara Perdata 2011, Universitas Muhammadiyah Surabaya.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2010. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
  • Herzien Indonesia Reglement (HIR).

Peserta PKPA FHP edulaw W3 2017
Andi Akbar Muzfa SH
https://seniorkampus.blogspot.com/

07b - Proses Gugatan Acara Perkara Perdata

07b - Proses Gugatan Acara Perkara Perdata
07b - Proses Gugatan Acara Perkara Perdata
Proses Gugatan Acara Perkara Perdata
  1. Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
  2. Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).
  3. Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
  4. Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

07a - Tahap Tahap Persidangan Acara Perdata

07a - Tahap Tahap Persidangan Acara Perdata
07a - Tahap Tahap Persidangan Acara Perdata
Tahap-tahap Persidangan
Hukum Acara Perdata (PKPA FHP edulaw 2017 Jakarta)
Bersama:
Dr. Ricardo Simanjuntak, SH, LL.M.,ANZIIF.CIP., MCIArb


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara warga masyarakat adalah dengan perantaraan kekuasaan kehakiman, orang yang merasa dirugikan hak atau kepentingannya menggugat orang yang dianggap merugikannya dimuka pengadilan yang berwenang.

Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara mereka di muka pengadilan adalah untuk mendapatkan keputusan yang adil guna menyelesaikan perkaranya, sehingga hak-hak yang diberikan oleh hukum materiil maupun kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum materiil, baik yang berupa hukum tertulis maupun yang tidak tertulis, dapat diwujudkan lewat pengadilan. Tentu saja para pencari keadilan tersebut, terutama pihak yang mengajukan gugatan (Penggugat), mempunyai keinginan agar perkaranya dapat cepat selesai.

06 - Surat Kuasa Dan Surat Gugatan

06 - Surat Kuasa Dan Surat Gugatan
06 - Surat Kuasa Dan Surat Gugatan

Ujian Profesi Advokat


MATERI UJIAN:

  1. Peran, Fungsi & Perkembangan Organisasi Advokat;
  2. Kode Etik Advokat;
  3. Hukum Acara Perdata;
  4. Hukum Acara Pidana;
  5. Hukum Acara Perdata Agama;
  6. Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial;
  7. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara; dan
  8. Ujian Essai: Hukum Acara Perdata atau Alternatif Penyelesaian Sengketa
Syarat kelulusan minimal nilai 75-80 dengan bobot penilaian terbesar ada di bagian pembuatan surat kuasa dan gugatan, dengan memperhatikan point2 yang harus ada dalam surat sebagai berikut :

SURAT KUASA

Kepala Surat dan Identitas Pemberi dan Penerima Kuasa
1. Judul "surat kuasa khusus"
2. Identitas dan kapasitas Pemberi Kuasa
3. Kedudukan Hukum Pemberi Kuasa
4. Singkatan "Pemberi Kuasa"
5. Pemberian Kuasa Khusus kepada Penerima Kuasa
6. Identitas Penerima Kuasa
7. Kedudukan hukum Penerima Kuasa
8. Singkatan "Penerima Kuasa"
9. "KHUSUS"
Dasar Gugatan
10. Bertindak mewakili an. Pemberi Kuasa.
11. Dasar gugatan
12. Domisili hokum pengadilan
13. Identitas dan kedudukan hukum Tergugat
Pokok Kuasa yang diberikan
14. Hak subtitusi
15. Hak Retensi
Penutup
16. Tempat dan Tanggal ttd
17. Ttd Penerima Kuasa
18. Ttd Pemberi Kuasa
19. Materai


SURAT KUASA KHUSUS (1)

Bahwa kami yang bertandatangan di bawah ini :
I Made Andhika Darma Perkasa, SH, SE. Mkn, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT. MAJUTERUS, sebagaimana termaktub dalam Anggaran Pendirian PT. MAJUTERUS no. 123 tanggal 2 Januari 2015, yang berkantor pusat di Jl. Jenderal Sudirman Kav 1, Jakarta Pusat (2), untuk selanjutnya disebut sebagai “PEMBERI KUASA” (3)
Dalam hal ini memilih kedudukan hukum sebagaimana tersebut di bawah ini dan dengan ini memberikan kuasa kepada :(4)
Johansyah, SH.
Supriadi, SH, Mkn.
Andi Sarwono, SH, MH (5)
Para Advokat pada Kantor Hukum Andhika Darma & Rekan (ADR) yang berkedudukan hukum di Jl. Setiabudi No. 46, Jakarta Pusat (6). Dalam hal ini bertindak secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri (7), untuk selanjutnya disebut sebagai “PENERIMA KUASA” (8)

K H U S U S (9)
Bertindak mewakili untuk dan atas nama PEMBERI KUASA untuk membela kepentingan PEMBERI KUASA sebagai Penggugat (10) untuk mengajukan gugatan wanprestasi (ingkar janji) (11) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam No. 123 tanggal 12 Januari 2015 (12) terhadap:
RAJA NGUTANG, dalam kapasitanya sebagai Direktur Utama PT SUKARMAJU sebagaimana termaktub pada Anggaran Perubahan Terakhir PT. SUKARMAJU No. 123 tanggal 12 Desember 2009, yang berkantor pusat di Jl. Menteng 13, Jakarta Pusat (13).
Untuk itu, PENERIMA KUASA diberikan kewenangan untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan hukum PEMBERI KUASA,
a.       Membuat, mengajukan, dan menandatangani surat-surat, gugatan, replik, kesimpulan,
b.      Menghadap di muka pengadilan,
o   Menghadiri persidangan,
o   Menghadap hakim-hakim, panitera-panitera, pejabat-pejabat,
o   Meminta keterangan-keterangan, penetapan, putusan,
o   Mengajukan saksi-saksi, bukti-bukti, akta-akta dan dokumen-dokumen,
o   Menghadiri, mengusulkan, menerima atau menolak perdamaian,
c.       Menerima pembayaran dan menandatangani kuitansi.
Dan selanjutnya mewakili PEMBERI KUASA untuk mengambil segala tindakan yang lazim pekerjaan seorang Advokat sepanjang untuk mempertahankan kepentingan hukum PEMBERI KUASA dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Surat Kuasa ini dibuat dengan Hak Subtitusi (14) dan Hak Retensi (15)

                                                                                                                      Jakarta, 11 Maret 2015 (16)

PENERIMA KUASA (17)                                                                    PEMBERI KUASA (18)
                                                                 

                                                                                                                             MATERAI (19)


Johansyah, SH.                                                                                     I MADE ANDHIKA SH SE Mkn
Supriadi, SH, Mkn.
Andi Sarwono, SH, MH


SURAT GUGATAN

Kepala Surat Dan Identitas Para Pihak
1. Kepada Yth. Bapak ketua Pengadilan
2. Kapasitas dan Domisili Kuasa Hukum
3. Dasar Surat Kuasa Khusus
4. Kapasitas dan domisili Pemberi Kuasa
5. untuk selanjutnya disebut “PENGGUGAT”
6. Kapasitas dan domisili Tergugat
7. untuk selanjutnya disebut sebagai “TERGUGAT”
Dasar Gugatan
8. uraian kronologis perkara
9. uraian dasar hukum yang dilanggar
10. uraian kerugian yang ditimbulkan
11. uraian perlunya sita jaminan (apabila ada)
Petitum
12. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
13. Menyatakan sah dan berharga Perjanjian xxx
14. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi (ingkar janji) terhadap PENGGUGAT
15. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada PENGGUGAT sebesar xxx
16. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslaag) terhadap seluruh harta Tergugat
17. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara.
Penutup
18. Apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono)
19. Hormat kami TTD Lawyer


SURAT GUGATAN

Jakarta, 12 Maret 2015

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (1)
Di Jl. Gajahmada, Jakarta Pusat

Dengan hormat,
Bahwa kami yang bertandatangan di bawah ini. Andhika dan Supriadi, SH, MH, masing-masing Advokat pada Kantor Hukum ADP & Partner, berkedudukan di Jl. Menteng, Jakarta (2) berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 2 Januari 2015 (3) bertindak untuk dan atas nama klien kami :
ANDHIKA DARMA, Direktur Utama BNI, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya berdasarkan AD BNI, berkantor pusat di Jl. Sudirman, Jakarta Pusat (4), untuk selanjutnya disebut sebagai “PENGGUGAT” (5)
Dalam hal ini ingin mengajukan gugatan wanprestasi pada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terhadap :
RAJA NGEMPLANG, Direktur Utama XYZ, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya berdasarkan AD XYZ, berkantor pusat di Jl. Setiabudi, Jakarta Selatan. (6), untuk selanjutnya disebut sebagai “TERGUGAT” (7).

DASAR GUGATAN
1.       Bahwa PENGGUGAT adalah suatu perseroan terbatas berbentuk badan hukum milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang perbankan yang salah satu kegiatan menyalurkan kredit kepada masyarakat;
2.       Bahwa TERGUGAT adalah suatu perseroan terbatas yang bergerak di bidang perdagangan yang membutuhkan tambahan modal usaha.
3.       Bahwa PENGGUGAT telah sepakat untuk memberikan pinjaman kredit kepada TERGUGAT sebesar Rp. 200.000.000,- berdasarkan Perjanjian Kredit no. 123 tanggal 2 Januari 2014 (“Perjanjian”), dengan syarat dan ketentuan antara lain sebagai berikut :
a.   Bahwa atas pinjaman kredit dari PENGGUGAT tersebut, TERGUGAT berjanji untuk membayar pokok dan bunga dengan cara mencicil sebesar Rp. 10.000.000,- per bulan selama 24 bulan, cfm Pasal 3 Perjanjian.
b.      Bahwa guna menjamin pelunasan kredit oleh TERGUGAT, TERGUGAT telah menyerahkan jaminan berupa sebidang tanah dan bangunan 1000m2, yang terletak di Jl. Menteng , Jakarta, cfm. Pasal 5 Perjanjian.
4.       Bahwa TERGUGAT telah melakukan pembayaran cicilan sebesar Rp. 10.000.000,- per bulan sejak tanggal 2 januari 2014 sampai dengan 2 april 2014 dengan total Rp. 40.000.000,-, namun sejak tanggal 2 mei 2014 sampai dengan saat ini TERGUGAT tidak lagi melakukan pembayaran cicilan kepada PENGGUGAT dengan sisa utang sebesar Rp. 160.000.000,-.(8)
5.       Bahwa PENGGUGAT telah meminta itikad baik TERGUGAT untuk melaksanakan kewajibannya denganmenyampaikan 3 (tiga) kali Somasi kepada TERGUGAT pada tanggal xxxx, aaaa, bbbb. Namun somasi-somasi tersebut tidak pernah ditanggapi oleh TERGUGAT.
6.       Bahwa berdasarkan hal tersebut, telah nyata-nyata TERGUGAT telah melakukan wanprestasi danPENGGUGAT berhak untuk mengajukan permintaan ganti kerugian kepada TERGUGAT akibatwanprestasi, cfm Pasal 1243 KUH Perdata;(9)
7.       Bahwa dengan tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh TERGUGAT, maka PENGGUGAT telah menderita kerugian materiil sebesar Rp. 160.000.000,- dan immateriil karena hilangnya kesempatan usaha PENGGUGAT sebesar Rp. 100.000.000,-, sehingga total kerugian yang diderita oleh PENGGUGAT adalah sebesar Rp. 260.000.000,-.(10)
8.       Bahwa untuk menjamin pembayaran ganti kerugian oleh TERGUGAT serta agar gugatan a quo tidak sia-sia (illusoir) patut kiranya apabila Majelis Hakim Yang Mulia berkenan untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslaag) atas harta benda TERGUGAT. (11)

PETITUM
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka PENGGUGAT memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk memberikan putusan dengan amar sebagai berikut :
1.       Menerima dan mengabulkan Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya; (12)
2.       Menyatakan sah dan berharga Akta Perjanjian No. Xxxx; (13)
3.       Menyatakan bahwa TERGUGAT telah melakukan wanprestasi; (14)
4.       Menghukum TERGUGAT untuk membayar ganti kerugian kepada PENGGUGAT sebesar :
·         kerugian materiil sebesar Rp. 160.000.000,- dan
·         immateriil sebesar Rp. 100.000.000,-, (15)
5.       Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslaag) terhadap harta benda TERGUGAT; (16)
6.       Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara. (17)
Atau,
Apabila Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono). (18)

KUASA HUKUM PENGGUGAT(19)

TTd

Sumber : http://andhikadarma46.blogspot.co.id/
Peserta PKPA : Andi Akbar Muzfa SH
Lulusan Fakultas Hukum UMI Makassar 2006-2011

05 - Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

05 - Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
05 - Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Materi Pendidikan Profesi Khusus Advokat
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Persiapan Ujian Advokat,.
Andi Akbar Muzfa SH
PKPA FHP Angkatan 3 Tahun 2017

A. Pengertian dan Sumber-sumber Hukum Acara Peradilan Tun.

Pengertian Hukum Acara PTUN

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang atau badan pribadi atau publik bertindak untuk melaksanakan dan mempertahankan hak-haknya di Peradilan Tata Usaha Negara. Secara singkat, hukum peradilan tata usaha negara merupakan hukum yang mengatur tentang tatacara bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang bertugas memeriksa atau mengadili atau memutus sengketa tata usaha negara antara orang perorangan atau badan perdata dengan pejabat atau badan tata usaha negara. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Yang dimaksud “rakyat pencari keadilan” adalah setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada Paradilan Tata Usaha Negara.

04 - Hukum Acara Pidana

04 - Hukum Acara Pidana
04 - Hukum Acara Pidana

BAB  I
PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Untuk mewujudkan pernyataan tersebut di atas, melalui TAP MPR Nomor: IV/MPR/1978, pemerintahan mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodefikasi serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari Wawasan Nusantara. Pembangunan hukum nasional salah satu diantaranya adalah di bidang Hukum Acara Pidana dengan tujuan agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan UUD 1945.

03 - Hukum Acara Peradilan Agama

03 - Hukum Acara Peradilan Agama
03 - Hukum Acara Peradilan Agama
I. Hukum Acara Peradilan Agama
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada pasal 2 menyatakan : “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini”.

Anak kalimat ”perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini” dapat ditemukan petunjuknya dalam pasal 49 yang menyatakan : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

02 - Sistem Peradilan di Indonesia

02 - Sistem Peradilan di Indonesia
02 - Sistem Peradilan di Indonesia
Sistem Peradilan di Indonesia
Sistem peradilan di suatu negara masing-masing dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh negara tersebut. Menurut Eric L. Richard, sistem hukum utama di dunia adalah sebagai berikut :
  1. Civil Law, hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi. Sistem ini berasal dari hukum Romawi (Roman Law) yang dipraktekkan oleh negara-negara Eropa Kontinental, termasuk bekas jajahannya.
  2. Common Law, hukum yang berdasarkan custom.kebiasaaan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem ini dipraktekkan di negara-negara Anglo Saxon, seeprti Inggris dan Amerika Serikat.
  3. Islamic Law, hukum yang berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits.
  4. Socialist Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara-negara sosialis.
  5. Sub-Saharan Africa Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara Afrika yang berada di sebelah selatan Gunung Sahara.
  6. Far Fast Law, sistem hukum Timur jauh - merupakan sistem hukum uang kompleks yang merupakan perpaduan antara sistem Civil Law, Common Law, dan Hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat.

01 - Fungsi dan Peran Organisasi Advokat

01 - Fungsi dan Peran Organisasi Advokat
01 - Fungsi dan Peran Organisasi Advokat
Peranan Advokat.
Menurut Soerjono Soekanto seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lainnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Setiap penegak hukum secara sosiologis mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role) sebagai penegak hukum. Kedudukan (status) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya mempunyai suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiaban tertentu. Hak- hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau “role”.

Tugas Dan Wewenang Lembaga Eksekutif, Legislatif Dan Yudikatif

Tugas Dan Wewenang Lembaga Eksekutif, Legislatif Dan Yudikatif
Tugas Dan Wewenang Lembaga Eksekutif, Legislatif Dan Yudikatif
Tugas Dan Wewenang Lembaga Eksekutif, Legislatif Dan Yudikatif
Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi yang menerapkan teori trias politika, yaitu  pemisahan kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar Pemisahan kekuasaan ini tidak bersifat kaku, namun ada koordinasi yang satu dengan yang lain. Pemisahan kekuasan pemerintahan diIndonesia meliputi :

Sejarah Lengkap Kemerdekaan Republik Indonesia

Sejarah Lengkap Kemerdekaan Republik Indonesia
Sejarah Lengkap Kemerdekaan Republik Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Latar belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.

Rangkuman Amandemen UUD 1945 Lengkap

Rangkuman Amandemen UUD 1945 Lengkap
Rangkuman Amandemen UUD 1945 Lengkap
Pengertian dan definisi Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 di negara Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan, atau yang sering disebut amandemen. Sebenarnya apakah yang dimaksud amandemen itu? Secara bahasa, amandemen berasal dari Bahasa Inggris, to amend atau to make better. Amandemen adalah penambahan atau perubahan, ada beberapa pengertian tentang perubahan ini, diantaranya: penggantian naskah yang satu dengan naskah yang sama sekali berbeda, perubahan dalam arti dalam naskah UUD dengan menambahkan, mengurangi, atau merevisi sesuatu rumusan dalam naskah UUD itu menurut tradisi negara-negara Eropa Kontinental, perubahan dengan cara melampirkan naskah perubahan itu pada naskah UUD yang sudah ada, dan inilah yang biasa disebut dengan istilah amandemen menurut tradisi Amerika Serikat.

Penjelasan Tentang Peralihan Hak Milik Atas Tanah

Penjelasan Tentang Peralihan Hak Milik Atas Tanah
Penjelasan Tentang Peralihan Hak Milik Atas Tanah
Peralihan Hak Milik Atas Tanah
Penjualan di Bawah Tangan dalam Rangka Eksekusi
Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan umum, karena dengan cara demikian diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek, hak tanggungan yang dijual.

Dalam keadaan tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dalam keadaan tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, atas kesepakatan pemberi dan pemegang HT (Hak Tagihan) dan dengan dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Pasal 20 ayat (2) dan (3), dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan carna penjualan obyek HT oleh kreditor pemegang HT di bawah tangan, jika dengan cara demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Biarpun tidak ada penjelasannya, kiranya penjualan di bawah tangan itu dimungkinkan juga dalam hal sudah diadakan pelelangan umum, tetapi tidak diperoleh penawaran yang mencapai harga minimum yang ditetapkan.

Pelaksanaan penjualannya hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang HTN kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Tanggal pemberitahuan tertulis adalah tanggal pengiriman pos tercatat, tanggal penerimaan melalui kurir, atau tanggal pengiriman fascsimile. Juga setelah lewat waktu 1 bulan sejak diadakan pengumuman dalam sedikit-dikitnya dalam 2 surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat lainnya, seperti radio dan televise.

Apabila ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tanggal pengumuman, jangka waktu 1 bulan itu terhitung sejak tanggal paling akhir antara kedua tanggal tersebut. Jangkauan surat kabar dan atau media massa lainnya itu harus meliputi tempat letak obyek HT yang bersangkutan.

Penjualan obyek HT “di bawah tangan” artinya penjualan yang tidak melalui pelelangan umum. Namun penjualan tersebut ntetap wajib dilakukan menurut ketentuan PP24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Yaitu dilakukan di hadapan PPAT yang membuat aktanya dan diikuti dengan pendaftarannya di Kantor Pertanahan.

Persyaratan yang ditetapkan dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang HT kedua, ketiga dan kreditor-kreditor bukan pemegang HT dan pemberi HT.    

Penjualan Di Bawah Tangan Secara Sukarela
Penjualan di bawah ntangan yang dimaksudkan itu adalah penjualan dalam rangka eksekusi HT, yang ketentuannya terdapat dalam Pasal 20 yang mengatur Eksekusi Hak Tanggungan. Maka biarpun untuk itu diperlukan persetujuan pemberi HT, yang melakukan adalah kreditor pemegang HT. Bukan pemberi HT ataupun pemberi HT bersama pemegang HT. Untuk itulah diperlukan janji yang disebut dalam uraian 184/I (2).

Sehubungan dengan itu tidak termasuk dalam ketentuan mengenai penjualan eksekusi di bawah tangan itu dengan syarat-syarat yang diuraikan di atas, penjualan obyek HT oleh pemberi HT, yang hasilnya disepakati untuk digunakan melunasi piutang kreditor pemegang HT, dan disepakati pula pembersihan obyek HT yang dijual dan HT yang membebaninya. Ini termasuk pengertian “penjualan sukarela”. Biarpun dibebani HT, obyek yang bersangkutan masih merupakan hak pemberi HT.

Karena itu ia mempunyai hak untuk menjualnya kepada siapapun yang dikehendakinya, tidak terkecuali kepada pemegang HT sendiri. Dalam rangka melindungi kepentingan kreditor pemegang HT untuk itulah disediakan lembaga “droit de suite” (Uraian 176 B). Pada pihak lain kreditor pemegang HT pun menurut ketentuan Pasal 18 mempunyai hak melepaskan HT yang dipunyainya.

Sudah barang tentu penjualan itu tidak boleh dilakukan dengan maksud merugikan pihak lain, khususnya kreditor lain. Misalnya penjualan ataupun sebagai yang disebut dalam Akta Jual Beli yang bersangkutan. Dalam hal demikian jual-beli yang dilakukan dapat dituntut pembatalannya oleh pihak yang merasa dirugikan dengan menggunakan lembaga “Action Pauliana”. (Pasal 1341 KUUHPdt). 

Materi Hukum Agraria
Posted by : Dian Ekawati

Sistematika Pengaturan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah

Sistematika Pengaturan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah
Sistematika Pengaturan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah
Sistematika Pengaturan Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah
Dengan pendekatan pengertian hak penguasaan atas tanah sebagai, “lembaga hukum” dan “hubungan hukum konkret”, nketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya ndapat disusun dan dipelajari dalam suatu sistematika yang khas dan masuk akal.

Dikatakan “khas”, karena hanya dijumpai dalam Hukum Tanah dan tidak dijumpai dalam cabang-cabang Hukum yang lain. Dikatakan “masuk akal” karena mudah ditangkap dan diikuti logikanya.

Pengertian Tanah dan Hukum Tanah Menurut UUPA

Pengertian Tanah dan Hukum Tanah Menurut UUPA
Pengertian Tanah dan Hukum Tanah Menurut UUPA
Pengertian Tanah dan Hukum Tanah
1. Pengertian Tanah
Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti. Maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA.

Dalam Pasal 4 dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai dari Negara…ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang…

Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt

Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt
Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt
Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt.
Jual beli Tanah adalah suatu perjanjian dimana pihak yang mempunyai tanah yang disebut “Penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut “Pembeli”. Sedangkan pihak pembeli berjanji dan mengikatkan untuk membayar harya yang telah disetujui yang dijual belikan menurut ketentuan Hukum Barat ini adalah apa yang disebut “tanah-tanah hak barat”.

Dengan dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan apa pun npada hak atas tanah yang bersangkutan, biarpun misalnya pembeli sudah membayarn penuh harganya dan tanahnya pun secara fisik sudah diserahkan kepadanya.

Tujuan Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria

Tujuan Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria
Tujuan Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria
Tujuan Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria
Tujuan di Undang-Undang UUPA sebagai tujuan Hukum Agraria Nasional yaitu :

a. Meletakkan dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur.

Hukum Yang Pengatur Tentang Pelanggaran Hak Cipta

Hukum Yang Pengatur Tentang Pelanggaran Hak Cipta
Hukum Yang Pengatur Tentang Pelanggaran Hak Cipta
Sering kita mendengar istilah 'pelanggaran hak cipta'. Sebab di dunia modern sekarang ini, kekayaan manusia bukan lagi hanya berwujud benda fisik, tapi juga dapat berbentuk kekayaan lain tak berwujud, misalnya dalam bentuk hak kekayaan Intelektual (HAKI).

Salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual adalah hak cipta, di samping ada hak-hak lain seperti hak paten, rahasia dagang dan lain sebagainya. Semua hak-hak tersebut memiliki perbedaan masing-masing dan semua dilindungi oleh Hak kekayaan intelektual.

Ancaman Pidana Untuk Peretas Akun Facebook Pasal 51.UU.ITE

Ancaman Pidana Untuk Peretas Akun Facebook Pasal 51.UU.ITE
Ancaman Pidana Untuk Peretas Akun Facebook Pasal 51.UU.ITE
Dewasa ini, peran sosial media sudah menjadi bahagian dari gaya hidup yang telah digandrungi hampir semua kalangan. Sebut saja salahsatunya Facebook.Com. situs sosial media yang paling banyak menyedot perhatian publik dengan total user terbanyak didunia saat ini.

Melihat jejaring sosial Facebook.com ditanah air ternyata banyak dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, mulai dari akun palsu hingga peretasan akun "Hacked" yang buntutnya digunakan sebagai alat kejahatan delik tindak pidana.
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan. Kami hanyalah sekumpulan kecil dari kalangan akademisi yang senang berbagi pengetahuan melalui Blogging... Save Link - Andi AM