UNIFIKASI KUHP
·
Unifikasi 1918 (berlaku bagi Indonesia dan
Belanda) sebagai unifikasi pertama.
·
Berdasarkan UU No. l Tahun 1946, pasal 1 tanggal
8 Maret 1942 : diberi nama WvSNI (Wetboek van Strafrecht Nedherland
Indische).
·
Kemudian berdasarkan pasal VI WvSNI ini diberi
nama WvS (Wetboek van Strafrecht) dan diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia sebagai KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
·
Berdasarkan UU No. 73 Tahun 1958 (UU Unifikasi
Pidana), pasal I :
merupakan unifikasi KUHP ke-2. Dengan unifikasi ini maka terjadi dualisme
Hukum Pidana, yaitu:
1. KUHP
yang berlaku bagi RI yang beribukota di Yogyakarta, dan
2. KUHP
yang berlaku bagi RIS yang beribukota di Batavia.
Unifikasi ke-2
ini berlaku untuk Jawa dan Madura, selanjutnya
untuk daerah lain ditetapkan oleh
pemerintah melalui PP, contohnya : untuk Sumatera dengan PP 8 tahun 1946.
1918 - 1942 - 1945 dualisme sekarang
UU
No. 1 Tahun 1946 UU No. 73 Tahun 1958
·
Pasal V UU No. 1 Tahun 1946 yang berbunyi:
"Peraturan
Hukum Pidana. yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan,
atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka,
atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian
sementara tidak berlaku".
memiliki fungsi sebagai batu penguji (toetsteen).
·
Pasal V ini memuat pandangan :
I.
Restriktif
(pandangan sempit), Prof. Soedarto :
Pandangan
ini berpendapat bahwa pasal V hanya bisa digunakan untuk ketentuan-ketentuan
Hukum Pidana di luar KUHP saja
karena perubahan-perubahannya
sudah diatur sedemikian rupa (lihat pasal VIII UU No. 1 Tahun 1946, berbunyi
"Semua perubahan sudah dilakukan dalam buku ini").
II. Ekstensif (pandangan luas),
Prof. Moeljatno :
Pandangan ini
berpendapat bahwa pasal V ini dapat diterapkan baik dalam KUHP maupun di luar
KUHP berhubung KUHP yang berlaku ini masih merupakan warisan kolonial.
·
Eksistensi pasal V ini mempunyai arti bagi hukum
bukan hanya menghapuskan sifat ancaman pidananya melainkan juga menghapuskan
perbuatan pidananya (depenalisasi dan dekriminalisasi).
·
Fungsi batu penguji memuat kriteria;
1. seluruh/
sebagian,
2. bertentangan,
3. tak
mempunyai arti lagi.
·
Ketiga kriteria ini mempunyai akibat hukum:
1.
Depenalisasi,
Dulu merupakan
tindak pidana, sekarang sudah bukan merupakan tindak pidana lagi, dimana sanksi
pidananya dicabut tapi UU-nya belum dicabut, contoh: pasal 283 KUHP (mengenai
alat kontrasepsi).
2.
Dekriminalisasi,
Dulu
merupakan tindak pidana, namun karena perkembangan masyarakat maka tindak
pidana tersebut tidak lagi merupakan tindak pidana dan UU-nya di cabut, contoh
: pasal 523 KUHP (tentang pekerjaan rodi).
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|