Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Untuk mewujudkan pernyataan tersebut di atas, melalui TAP MPR Nomor: IV/MPR/1978, pemerintahan mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodefikasi serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari Wawasan Nusantara.
Pembangunan hukum nasional salah satu diantaranya adalah di bidang Hukum Acara Pidana dengan tujuan agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan UUD 1945.
Pembaharuan Hukum Acara Pidana dilakukan dalam rangka untuk mengganti Hukum Acara Pidana yang berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda yang termuat dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatblad Tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81), serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
Dengan pembaharuan Hukum Acara Pidana, berarti mengadakan pembaharuan dalam melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Makhamah Agung dengan mengatur hak serta kewajiban bagi mereka yang ada dalam proses pidana, sehingga dengan demikian, dasar utama negara hukum dapat ditegakkan.
Pembaharuan Hukum Acara Pidana dilakukan dalam rangka untuk mengganti Hukum Acara Pidana yang berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda yang termuat dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatblad Tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81), serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
Dengan pembaharuan Hukum Acara Pidana, berarti mengadakan pembaharuan dalam melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Makhamah Agung dengan mengatur hak serta kewajiban bagi mereka yang ada dalam proses pidana, sehingga dengan demikian, dasar utama negara hukum dapat ditegakkan.
Konsekuensi dari pembaharuan Hukum Acara Pidana, maka Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatblad Tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81), serta semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mulai berlaku sejak tanggal 31 Desember 1981.
UPDATE ARTIKEL 2017
PERISTILAHAN HUKUM DALAM PRAKTIK DI MASYARAKAT
Oleh. Andi Akbar Muzfa SH
Bahasa adalah kata-kata yang digunakan sebagai alat bagi manusia untuk menyatakan atau melukiskan suatu kehendak, perasaan, fikiran, pengalaman, terutama dalam hubungannya dengan manusia lain. Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sering dikatakan pula bahwa bahasa merupakan penjelmaan dari kehidupan manusia dalam masyarakat. Dalam pergaulan manusia bahasa menjadi alat penghubung yang mampu menyampaikan berbagai pesan. Pesan yang disampaikan tersebut berupa simbol-simbol kebahasaan.
Sudjito mengungkapkan bahwa diantara simbol-simbol tersebut ada yang berbentuk kata-kata (lisan), ada yang berbentuk tulisan, dan ada pula yang berbentuk perlambang. Rangkaian dari simbol-simbol itulah yang kemudian menjadikan sebuah bahasa terbentuk dan mempunyai makna. Hanya dengan bahasa dan melalui bahasa proses pengenalan dan proses komunikasi dapat berlangsung.
Jika dilihat dari sejarah pertumbuhan bahasa sejak awal hingga sekarang, maka fungsi bahasa secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
Dengan kata lain, ada hubungan yang erat antara bahasa dan hukum. Sebagaimana diketahui bahwa hukum merupakan salah satu sarana untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban sosial masyarakat. Ketentuan hukum tersebut utamanya dirumuskan melalui bahasa, khususnya bahasa hukum.
Bahasa hukum adalah bahasa (kata-kata) yang digunakan untuk merumuskan dan menyatakan hukum dalam suatu masyarakat tertentu. Hukum hanya dapat berjalan efektif manakala ia dirumuskan melalui bahasa hukum dengan tegas dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat, dan harus dapat dikomunikasikan dengan baik pada subyek-subyek hukum yang dituju.
Sebagai ilmu, bahasa hukum mempunyai obyek, metode dan tujuan tertentu. Obyek garapan bahasa hukum adalah berupa tanda-tanda kebahasaan yang biasa digunakan dalam hukum, meliputi bahasa verbal (lisan), bahasa visual (tulisan), gerak/isyarat, benda-benda, dan warna tertentu. Ciri khas bahasa hukum sebagai pengetahuan keilmuan terletak pada landasan ontologis yang mengacu pada obyek garapan dan apa yang ingi
Sumber,.
Catatan kuliah Mahasiswa Hukum Universits Muslim Indonesia (Makassar)
Posted by. Piymen FH UMI 06
Update by. Andi Akbar Muzfa SH
UPDATE ARTIKEL 2017
PERISTILAHAN HUKUM DALAM PRAKTIK DI MASYARAKAT
Oleh. Andi Akbar Muzfa SH
Bahasa adalah kata-kata yang digunakan sebagai alat bagi manusia untuk menyatakan atau melukiskan suatu kehendak, perasaan, fikiran, pengalaman, terutama dalam hubungannya dengan manusia lain. Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sering dikatakan pula bahwa bahasa merupakan penjelmaan dari kehidupan manusia dalam masyarakat. Dalam pergaulan manusia bahasa menjadi alat penghubung yang mampu menyampaikan berbagai pesan. Pesan yang disampaikan tersebut berupa simbol-simbol kebahasaan.
Sudjito mengungkapkan bahwa diantara simbol-simbol tersebut ada yang berbentuk kata-kata (lisan), ada yang berbentuk tulisan, dan ada pula yang berbentuk perlambang. Rangkaian dari simbol-simbol itulah yang kemudian menjadikan sebuah bahasa terbentuk dan mempunyai makna. Hanya dengan bahasa dan melalui bahasa proses pengenalan dan proses komunikasi dapat berlangsung.
Jika dilihat dari sejarah pertumbuhan bahasa sejak awal hingga sekarang, maka fungsi bahasa secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
- Untuk menyatakan ekspresi diri.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri secara terbuka segala sesuatu yang tersirat dalam diri manusia, sekurang-kurangnya memaklumkan keberadaannya. - Sebagai alat komunikasi.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan dan memungkinkan manusia menciptakan kerja sama sesama warga. - Sebagai alat menyatakan integrasi dan adaptasi sosial.
Disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, dengan bahasa memungkinkan pula bagi manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman tersebut, serta belajar berkenalan dengan anggota masyarakat, dapat mempelajari dan mengenal segala adat istiadat, tingkah laku dan tata krama masyarakat lain. - Sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Kontrol sosial maksudnya adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang-orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobservasi), maupun yang bersifat tertutup (covert yaitu tingkah laku yang tidak dapat diobservasi). Seluruh kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan menggunakan bahasa. Dalam mengadakan kontrol sosial, bahasa mempunyai hubungan dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.
- Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan;
- Obyektif dan menekan prasangka pribadi;
- Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori yang diselidikinya untuk menghindari kesimpangsiuran;
- Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi;
- Cenderung membakukan makna kata-katanya, ungkapannya dan gaya paparannya berdasarkan konvensi.
- Tidak dogmatik atau fanatik;
- Bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai;
- Bentuk, makna dan fungsinya lebih mantap dan stabil daripada yang dimiliki kata biasa.
Dengan kata lain, ada hubungan yang erat antara bahasa dan hukum. Sebagaimana diketahui bahwa hukum merupakan salah satu sarana untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban sosial masyarakat. Ketentuan hukum tersebut utamanya dirumuskan melalui bahasa, khususnya bahasa hukum.
Bahasa hukum adalah bahasa (kata-kata) yang digunakan untuk merumuskan dan menyatakan hukum dalam suatu masyarakat tertentu. Hukum hanya dapat berjalan efektif manakala ia dirumuskan melalui bahasa hukum dengan tegas dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat, dan harus dapat dikomunikasikan dengan baik pada subyek-subyek hukum yang dituju.
Sebagai ilmu, bahasa hukum mempunyai obyek, metode dan tujuan tertentu. Obyek garapan bahasa hukum adalah berupa tanda-tanda kebahasaan yang biasa digunakan dalam hukum, meliputi bahasa verbal (lisan), bahasa visual (tulisan), gerak/isyarat, benda-benda, dan warna tertentu. Ciri khas bahasa hukum sebagai pengetahuan keilmuan terletak pada landasan ontologis yang mengacu pada obyek garapan dan apa yang ingi
Sumber,.
Catatan kuliah Mahasiswa Hukum Universits Muslim Indonesia (Makassar)
Posted by. Piymen FH UMI 06
Update by. Andi Akbar Muzfa SH
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|