- Nullum crimen nulla poena sine lege
Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya - Lex superiori derogat lege priori
Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah , lihat dalam pasal 7 UU No.10 Tahun 2004 - Lex posteriori derogat lege priori
Peraturan yang terbaru mengesampingkan peraturan yang sebelumnya . pahami juga lex prospicit , non res cipit. - Lex specialis derogate lege generali
Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat lebih umum , lihat Pasal 1 KUHD. - Res judicata pro veritate habeteur
Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya - Lex dura set tamen scripta
Undang-undang bersifat memaksa , sehingga tidak dapat diganggu gugat - Die normatieven kraft des faktischen
Perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normative , lihat Pasal 28 UU No.4 tahun 2004.
- Nullum crimen nulla poena sine lege
Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Bahwa semua kejahatan yang terjadi diindonesia adalah yang melanggar undang-undang . karena pernyataan diatas menyatakan bahwa tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, jadi suatu tindak kejahatan dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum apabila melanggar undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. - Lex superiori derogat lege priori
Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah , lihat dalam pasal 7 UU No.10 Tahun 2004 - Lex posteriori derogat lege priori
Peraturan yang terbaru mengesampingkan peraturan yang sebelumnya, pahami juga lex prospicit , non res cipit. - Lex specialis derogate lege generali.
Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat lebih umum, lihat Pasal 1 KUHD. - Res judicata pro veritate habeteur.
Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya. - Lex dura set tamen scripta
Undang-undang bersifat memaksa , sehingga tidak dapat diganggu gugat. - Die normatieven kraft des faktischen
Perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normative, lihat Pasal 28 UU No.4 tahun 2004
ASAS-ASAS HUKUM INDONESIA
- Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia Lege Poenali (Azas Legalitas) :
Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, sebelum didahului oleh suatu peraturan. - Eidereen Wordt Geacht De Wette Kennen :
Setiap orang dianggap mengetahui hukum. Artinya, apabila suatu undang-undang telah dilembarnegarakan (diundangkan), maka undang-undang itu dianggap telah diketahui oleh warga masyarakat, sehingga tidak ada alasan bagi yang melanggarnya bahwa undang-undang itu belum diketahui berlakunya. - Lex Superior Derogat Legi Inferiori :
Hukum yang tinggi lebih diutamakan pelaksanaannya daripada hukum yang rendah. Misalnya, Undang-Undang lebih diutamakan daripada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atau Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden, begitu seterusnya. - Lex Specialist Derogat Legi Generale :
Hukum yang khusus lebih diutamakan daripada hukum yang umum. Artinya, suatu ketentuan yang bersifat mengatur secara umum dapat di kesampingkan oleh ketentuan yang lebih khusus mengatur hal yang sama. - Lex Posteriori Derogat Legi Priori :
Peraturan yang baru didahulukan daripada peraturan yang lama. Artinya, undang-undang baru diutamakan pelaksanaannya daripada undang-undang lama yang mengatur hal yang sama, apabila dalam undang-undang baru tersebut tidak mengatur pencabutan undang-undang lama. - Summum Ius Summa Iniuria :
Kepastian hukum yang tertinggi, adalah ketidakadilan yang tertinggi. - Ius Curia Novit :
Hakim dianggap mengetahui hukum. Artinya, hakim tidak boleh menolak mengadili dan memutus perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan tidak ada hukumnya karena ia dianggap mengetahui hukum. - Presumption of Innosence (praduga tak bersalah) :
Seseorang tidak boleh disebut bersalah sebelum dibuktikan kesalahannya melalui putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. - Res Judicata Proveri Tate Habetur :
Setiap putusan pengadilan/hakim adalah sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi. - Unus Testis Nullus Testis :
Satu saksi bukanlah saksi. Hakim harus melihat suatu persoalan secara objektif dan mempercayai keterangan saksi minimal dua orang, dengan keterangan yang tidak saling kontradiksi. Atau juga, keterangan saksi yang hanya satu orang terhadap suatu kasus, tidak dapat dinilai sebagai saksi. - Audit et Atteram Partem :
Hakim haruslah mendengarkan para pihak secara seimbang sebelum menjatuhkan putusannya. - In Dubio Pro Reo :
Apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa. - Speedy Administration of Justice
Peradilan yang cepat. Artinya, seseorang berhak untuk cepat diperiksa oleh hakim demi terwujudnya kepastian hukum bagi mereka. - The Rule of Law :
Semua manusia sama kedudukannya di depan hukum, atau persamaan memperoleh perlindungan hukum. - Nemo Judex Indoneus In Propria :
Tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri. Artinya, seorang hakim dianggap tidak akan mampu berlaku objektif terhadap perkara bagi dirinya sendiri atau keluarganya, sehingga ia tidak dibenarkan bertindak untuk mengadilinya. - Cogatitionis Poenam Nemo Patitur :
Tidak seorang pun dapat dihukum karena apa yang dipikirkan atau yang ada di hatinya. Artinya, pikiran atau niat yang ada di hati seseorang untuk melakukan kejahatan tetapi tidak dilaksanakan atau diwujudkan maka ia tidak boleh dihukum. Di sini menunjukkan bahwa hukum itu bersifat lahir, apa yang dilakukan secara nyata, itulah yang diberi sanksi.
Catatan kuliah Mahasiswa Hukum Universits Muslim Indonesia (Makassar)
Posted by. Piymen FH UMI 06
Update by. Andi Akbar Muzfa SH
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|