View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Hukum Pidana , Ilmu Hukum » Pidana dan Pemidanaan (Tugas Kuliah)

Pidana dan Pemidanaan (Tugas Kuliah)

Pemidanaan diartikan sebagai vonis/ penjatuhan sanksi pidana.
Unsur dari pemidanaan ada 2 yaitu :
  • Yang bersifat kemanusiaan, Unsur ini harus dapat menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang.
  • Unsur edukatif, Unsur ini mampu membuat orang sadar sepenuhnya akan perbuatan yang telah dilakukan dan mampu menimbulkan nilai positif.
Tujuan dari pemidanaan: tanpa melupakan teori absolut (teori pembalasan) dan teori relatif maka tujuan pemidanaan adalah berusaha :
  • Menampung adanya perlindungan dalam masyarakat (social depense theory).
  • Berusaha mencegah baik secara umum/ khusus terhadap timbulnya kejahatan (general and special prevention theory).
  • Berusaha menyelesaikan konflik dalam masyarakat (conflict solution theory) Tujuan yang ke-3 ini sesuai dengan konsep Hukum Adat.
  • Berusaha membebaskan rasa bersalah terpidana (teori pembebasan rasa bersalah).
Pemidanaan/penjatuhan sanksi dengan vonis hakim, maka sanksi pidana di dalam Hukum Pidana modern berupa starf - pidana dan maatregel - tindakan. Pidana pada hakikatnya merupakan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat yang tidak menyenangkan yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana.

Jenis-jenisnya diatur datam pasal 10 KUHP yang terdiri dari 2 bagian :
Bagian Pertama ; mengatur tentang jenis-jenis pidana pokok yang terdiri dari:
  • pidana mati,
  • pidana penjara; seumur hidup dan sementara waktu paling lama 20 tahun,
  • pidana kurungan; kurungan biasa dan kurungan pengganti denda,
  • pidana denda
Pada tahun 1946 dengan UU No. 20 tahun 1946 pernah dimasukkan pada pasal 10 KUHP adanya jenis pokok pidana baru yaitu pidana tutupan yang hanya khusus ditetapkan bagi para pelaku tindak pidana politik. Ini hanya berlaku sampai tahun 1958, sekarang dicabut oleh UU No. 73 Tahun 1958 tentang unifikasi Hukum Pidana di Indonesia.

Bagian kedua : Pidana tambahan, ini terdiri dari :
  • Pencabutan hak-hak tertentu,
  • Perampasan barang-barang tertentu,
  • Pengumuman putusan hakim merupakan peringatan yang diberikan terhadap diri seseorang terhadap pelaku kejahatan yang telah divonis, hal ini dilakukan untuk membuat masyarakat jera.
Pidana pokok mempunyai beberapa sifat :
  • Mandiri - selalu harus dijatuhkan oleh hakim.
  • Keharusan - imperatif.
Sedangkan pidana tambahan mempunyai sifat; Tidak berdiri sendiri artinya hakim boleh memutuskan boleh juga tidak, atau disebut fakultatif. Sifat fakultatif dapat menjadi imperatif khusus terhadap delik pemalsuan uang.

Jenis-jenis pidana pada pasal 10 KUHP diurut secara sengaja - dasar hukumnya adalah pasal 69. Di luar KUHP kita jumpai pula adanya perluasan terhadap pasal 10 KUHP misal dalam delik ekonomi, korupsi, narkoba, yaitu dikenalnya jenis-jenis sanksi baru, misalnya terpidana wajib mengganti kerugian yang diderita negara.

Dalam UU tindak pidana ekonomi mengenai sanksi administratif/sanksi organisatoir yaitu mengenai perusahaan terpidana dicabut izin usahanya, dsb. dan sanksi keperdataan misalnya perusahaan terpidana ditempatkan pada pengampuan (kuratel) yang berwajib (bisa kejaksaan atau bisa juga Pengadilan Negeri). Dicakupnya keuntungan dari perusahaan baik yang sudah nyata baik yang akan di terima itu dicabut.

Dalam RUU KUHP mengenal jenis pidana pokok yang baru yang semula tidak ada yaitu pidana pengawasan, dimaksud sebagai pengganti dari pidana ringan yang semula akan dijatuhi hakim.

Jenis pidana dalam KUHP disertai dengan sistem pemidanaan yang berbeda dengan sistem pemidanaan di luar KUHP. KUHP mengenal sistem alternatif, artinya hakim hanya diperkenankan memilih satu dari beberapa pidana pokok yang diancamkan. Kodenya "atau".

Di luar KUHP ia memakai sistem yang bervariasi, pada umumnya dipakai sistem kumulatif dengan kode "dan", juga ada perkataan "dan/atau" disebut sistem kumulatif altematif, dimana hakim boleh memilih "dan" saja atau "atau'' saja.

Ada juga sistem tunggal (terdapat dalam UU Pemilu), artinya hanya pidana penjara saja. Sedangkan masih ada sistem lagi di luar KUHP yang disebut double track system (sistem pemidanaan melalui 2 jalur), misalnya pada tindak pidana ekonomi, jalur pertama adalah kumulasi penjara dan denda, jalur kedua adalah diberikan tindakan berupa ijin perusahaan dicabut.

Contoh-contoh dari tindakan pada pasal 45 KUHP, contoh : Hakim memerintahkan agar terdakwa ditempatkan di rumah sakit jiwa untuk direhabilitasi.
Prof. Sudarto membedakan pidana dan tindakan dari 2 segi/sudut :
  • Sudut tradisional,
    Pidana merupakan pembalasan/ nestapa/ penderitaan/ akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan dan diberikan kepada orang yang mampu bertanggung jawab sedangkan tindakan untuk prevensi untuk ketertiban dalam masyarakat dan pembinaan.
  • Sudut dogmatis,
    Tindakan sebenarnya lebih tepat diberikan kepada orang yang tidak mampu bertanggungjawab (tak ada kesalahan).
Pada umumnya sebagian besar sarjana menyetujui bahwa pidana itu merupakan pembalasan/ nestapa/ penderitaan kecuali seorang sarjana Belanda, yaitu Hulsman, beliau tidak sependapat dengan pendapat pada umumnya, mengatakan bahwa hakikat pidana adalah menyerukan untuk tertib dengan 2 tujuannya:
  • Mempengaruhi tingkah laku pelaku;
  • Penyelesaian konflik (meminta maaf pada lingkungan adat);
Di dalam praktek dengan mengacu pada KUHP maupun perundang-undangan di luar KUHP, seseorang yang telah divonis bersalah oleh hakim dapat akhimya tidak usah menjalani pidananya dalam LP. Ini dapat terjadi dengan melihat pada KUHP, bisa terjadi kalau terpidana tersebut :
  • Meninggal dunia (84, 85 KUHP).
  • Cara lain : memanfaatkan lembaga daluarsa (dengan sembunyi/ buron dalam waktu lama).
  • Yang di luar KUHP yaitu dengan memanfaatkan UU No. 3 Tahun 1950 tentang grasi dengan syarat formal, yaitu ia harus menerima dahulu putusan hakim yang dijatuhkan lalu memohon grasi. Dengan grasi apabila dikabulkan maka hak untuk menjalankan pidana menjadi gugur, ini tidak berarti bahwa kesalahan terpidana juga hilang (apabila mengulangi lagi (residivis) pidananya + 1/3 sebagai pemberatan).
  • Cara lain dengan memanfaatkan UU No.11/Drt/ tahun 1954 tentang amnesti, dengan amnesti yang diberikan Presiden maka segala akibat Hukum Pidana dari orang tersebut hilang termasuk kesalahannya. Namun tidak semua terpidana bisa mengharapkan pemberian amnesti dari presiden.
Perbedaan grasi dengan amnesty :
  • Grasi diberikan untuk semua tindak pidana, sedangkan amnesti hanya diberikan kepada pelaku-pelaku kejahatan politik saja.
  • Grasi diminta oleh terpidana, sedangkan amnesti diberikan oleh Presiden setelah mendapat saran dan pertimbangan dari MA dari sudut yuridisnya, sedangkan saran dari Menkopolkam dari sudut politik keamanan negara.
  • Grasi menghilangkan pelaksanaan pidana (kesalahan masih tetap ada) sedangkan amnesti menghilangkan segala akibat Hukum Pidana yang melekat pada diri orang tersebut termasuk kesalahannya.
  • Grasi menimbulkan residive dengan pemberatan pidana berupa penambahan 1/3 sedangkan amnesti tidak menimbulkan residive karena vonis hakim menyatakan kesalahan seseorang turut hilang atau hapus.
Menurut Sudarto :
Pidana adalah pembalasan terhadap kesalahan, sedangkan tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat dan pembinaan/perawatan pelaku.

Hulsman : menyerukan ketertiban, hal ini menimbulkan disparitas (perbedaaan penjatuhan pidana). Konsep KUHP mengenai pemidanaan; bahwa tujuan pemidanaan meliputi keseimbangan 2 sasaran pokok, yaitu:
  • Perlindungan masyarakat,
  • Perlindungan/ pembinaan pelaku.
Perlindungan kepentingan masyarakat :
Mempertahankan jenis-jenis sanksi pidana yang baru (mati dan seumur hidup), pidana mati bukan pidana pokok, tapi pidana yang bersifat khusus/ pengecualian (harus selektif, hati-hati dan berorientasi pada perlindungan pelaku). Ada penundaan pelaksanaan pidana mati/pidana mati bersyarat (masa percobaan 10 tahun).

Pedoman pemidanaan :
  • Umum : pengarahan mengenai hal-hal apa yang sepatutnya dipertimbangkan.
  • Khusus : dalam menjatuhkan/ memilih jenis pidana.
Dalam menerapkan sistem perumusan ancaman pidana yang digunakan dalam perumusan delik.

Definisi pidana: 
  • Menurut Soedarto : Pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
  • Roeslan Saleh : Pidana ialah reaksi atas delik yang berwujud nestapa yang sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.
Ciri-ciri pidana:
  • Merupakan penderitaan/ nestapa atau nestapa/ akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
  • Diberikan dengan sengaja oleh instansi/badan yang berwenang (hakim).
  • Dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana.
Dari ketiga ciri ini dapat diambil dua buah inti :
  • Untuk memberikan penderitaan,
  • Untuk menyerukan ketertiban
Perbedaan antara pidana dan tindak (menurut H.L. Packer) :
  • Tindakan: Tindakan (treatment) = maatregelen, Fokusnya pada tujuan, yaitu untuk memperbaiki orang yang bersangkutan/ untuk meningkatkan kesejahteraan.
  • Pidana (punishment) = starf, Fokusnya pada perbuatan salah/tindak pidana si pelaku, yaitu: Mencegah terjadinya tindak pidana, Mengenakan penderitaan/ pembalasan yang layak kepada si pelaku. Gugurnya hak penuntut dan pelaksanaan pidana diatur dalam Buku I Bab VIII KUHP : Tidak ada pengaduan pada delik-delik aduan, Ne bis in idem (pasal 76), Matinya terdakwa (pasa! 77), Daluarsa (pasal78),
Lembaga afkoop (pasal 82),
Afkoop (penebusan) : telah ada pembayaran denda maksimal kepada pejabat tertentu untuk pelanggaran yang hanya diancam dengan denda saja (hanya untuk perkara dengan ancaman denda).
Di luar KUHP:
  • Abolisi,
  • Amnesti,
Keduanya ini hanya dibcrikan bagi yang berjasa bagi bangsa dan negara.
Tak hapusnya pelaksanaan pidana :
Dalam KUHP:
  • Matinya terdakwa (pasal 83),
  • Daluarsa (pasal 84. 85).
Di luar KUHP :
  • Grasi (UU No. 2 Tahun 1950),
  • Amnesti (UU no 11 drt Tahun 1954).
Dikenal pula kekeliruan/kesesatan (dwaling), yaitu ;
  • menyangkut peristiwa (feitelijke dwaling/ error facti non nocet),
  • menyangkut hukumnya (recht dwaling/ erroeiusris).
  • In objekto : error iuris nocet (tidak menghapuskan pemidanaan).
  • In Persona : kemiripan rupa.
  • A berratioictus: (karena meleset)
A menembak B tapi B mengelak dan kena C sehingga C mati. Kualifikasinya : Percobaan pembunuhan terhadap B, menyebabkan matinya C karena kelalaian.


UPDATE 2026
Pidana dan Pemidanaan dalam Hukum Pidana Indonesia

Advokat/ Pengacara & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR Law Office)


1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci

Pidana adalah sanksi atau hukuman yang dijatuhkan oleh negara melalui peradilan kepada seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Pidana bukanlah pembalasan semata, melainkan instrumen hukum untuk melindungi masyarakat, mencegah kejahatan, dan membina pelaku.

Pemidanaan adalah proses hukum yang meliputi tahap pemberian pidana terhadap pelaku kejahatan, mulai dari perumusan dalam undang-undang, penerapan oleh aparat penegak hukum, hingga pelaksanaan pidana (eksekusi).

Tujuan pemidanaan dalam KUHP Baru tidak lagi berorientasi balas dendam, tetapi:

  • Melindungi masyarakat dan korban.

  • Meningkatkan kesadaran hukum pelaku.

  • Membina pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya (resosialisasi).

  • Menyelesaikan konflik yang timbul akibat tindak pidana.

Jenis-jenis pidana dalam hukum Indonesia terbagi menjadi:

  • Pidana Pokok: pidana penjara, pidana tutupan, pidana denda, pidana pengawasan, pidana kerja sosial.

  • Pidana Tambahan: pencabutan hak tertentu, perampasan barang, dan pengumuman putusan hakim.

Pemidanaan mempertimbangkan hal-hal seperti:

  • Berat ringannya kejahatan.

  • Usia dan kondisi pribadi pelaku.

  • Dampak terhadap korban dan masyarakat.

  • Adanya alasan pemaaf atau pembenar.

2. Dasar Hukum dan Penjelasan KUHP Baru

Dalam KUHP Baru (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023), pengaturan mengenai pidana dan pemidanaan terdapat pada:

Pasal 54 s.d. Pasal 102 KUHP Baru: Bagian tentang pemidanaan dan jenis-jenis pidana.

Pasal 55 KUHP Baru

“Setiap orang yang dipidana dijatuhi pidana pokok. Dalam hal tertentu, hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan.”

Pasal 58 KUHP Baru

“Tujuan pemidanaan adalah: a. mencegah terjadinya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi perlindungan masyarakat; b. memasyarakatkan terpidana dengan membina dan membimbingnya agar menjadi orang yang baik dan berguna; c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa keadilan bagi korban dan masyarakat; dan/atau d. menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.”

KUHP Baru memperkenalkan konsep restorative justice sebagai pendekatan alternatif. Selain hukuman fisik, pendekatan dialog, perdamaian, dan pemulihan hak korban juga mulai diakomodasi.

3. Contoh Kasus dan Penjelasan

Kasus: Seorang Pelajar Melakukan Pencurian Ringan di Minimarket

Seorang remaja berinisial D, usia 17 tahun, tertangkap mencuri makanan dan minuman ringan di sebuah minimarket. Nilai kerugian hanya sekitar Rp200.000. Pihak minimarket melapor ke polisi, dan D diproses secara hukum.

Berdasarkan KUHP Baru:

  • D dikenai pasal pencurian (Pasal 471 KUHP Baru), dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.

  • Namun karena usia D masih di bawah 18 tahun, pemidanaan mengikuti prinsip perlindungan anak (UU SPPA dan Pasal 45 KUHP Baru).

  • Hakim menjatuhkan pidana pengawasan (bukan penjara) disertai kerja sosial, dan memperhatikan rekomendasi dari Balai Pemasyarakatan (Bapas).

Kasus ini mencerminkan pemidanaan yang lebih manusiawi dan mendidik bagi pelaku muda, sesuai dengan prinsip dalam KUHP Baru.

4. Proses Peradilan

a. Penyelidikan dan Penyidikan Dimulai oleh kepolisian setelah menerima laporan. Polisi mengumpulkan bukti, memeriksa pelaku, saksi, dan korban. Jika pelaku anak, harus didampingi oleh Bapas dan pengacara.

b. Penuntutan Jaksa menerima berkas perkara dari penyidik dan menyusun surat dakwaan. Jika ada potensi restorative justice, jaksa dapat memfasilitasi mediasi penal.

c. Persidangan Hakim memeriksa perkara dengan mendengarkan seluruh pihak. Hakim mempertimbangkan usia, niat pelaku, nilai kerugian, serta peluang pemulihan. Hakim tidak hanya melihat aspek formal hukum, tetapi juga keadilan substantif.

d. Putusan Hakim menjatuhkan pidana yang seimbang: bisa berupa hukuman pengawasan, kerja sosial, atau jika berat, pidana penjara. Dalam kasus tertentu, restorative justice dapat menjadi pertimbangan untuk mengakhiri perkara.

e. Upaya Hukum (Jika Perlu) Pihak yang tidak puas dapat mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK), sesuai prosedur hukum acara pidana.

5. Perlindungan Hukum dari Pengacara atau Advokat

Peran pengacara dalam proses pidana sangat penting untuk memastikan hak-hak terdakwa tidak dilanggar. Advokat berfungsi:

  • Menjamin hak atas peradilan yang adil.

  • Memberi pendampingan sejak penyidikan hingga sidang.

  • Mengajukan pembelaan (pledoi) agar pemidanaan proporsional.

  • Memohon pemidanaan yang meringankan atau penggunaan alternatif pidana (seperti pengawasan atau rehabilitasi).

  • Memfasilitasi restorative justice dengan pihak korban, jika memungkinkan.

Dalam konteks KUHP Baru, advokat dapat menggunakan pendekatan berbasis perlindungan HAM dan pendekatan keadilan restoratif sebagai bagian dari strategi hukum.

6. Kesimpulan

Pidana dan pemidanaan dalam KUHP Baru Indonesia menekankan keseimbangan antara perlindungan masyarakat, keadilan bagi korban, dan pembinaan bagi pelaku. Sistem pemidanaan modern tidak lagi semata-mata menghukum, tetapi juga membina, memperbaiki, dan memulihkan. KUHP Baru memberi ruang besar bagi pendekatan alternatif yang lebih berkeadilan dan manusiawi, seperti keadilan restoratif.

Hambatan yang mungkin muncul dalam praktik adalah:

  • Kurangnya pemahaman aparat terhadap konsep pemidanaan baru.

  • Ketidaksiapan fasilitas rehabilitasi atau pengawasan.

  • Keterbatasan kapasitas penegak hukum dalam menilai latar belakang sosial pelaku sebagai bahan pertimbangan pemidanaan.

Namun demikian, pembaruan hukum ini adalah langkah maju untuk sistem peradilan pidana Indonesia yang lebih berorientasi keadilan dan kemanusiaan.

Konsultasi Hukum :
Advokat/ Pengacara & Konsultan Hukum

Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Rekan)
KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM