View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Artikel Update Terbaru , Hukum Pidana , Ilmu Hukum » Landasan Filosofis KUHAP

Landasan Filosofis KUHAP


Landasan Filosofis KUHAP adalah berdasarkan Pancasila terutama yang berhubungan erat dengan Ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan landasan sila Ketuhanan, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak hukum maupun tersangka/terdakwa adalah: Sama-sama manusia yang dependen kepada Tuhan, sama manusia tergantung kepada kehendak Tuhan. Semua makhluk manusia tanpa kecuali adalah ciptaan Tuhan, yang kelahirannya di permukaan bumi semata-mata adalah kehendak dan rahmat Tuhan. Mengandung arti bahwa :
  1. Tidak ada perbedaan asasi di antara sesama manusia.
  2. Sama-sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk mengembangkan dan mempertahankan kodrat, harkat dan martabat sebagai manusia ciptaan Tuhan.
  3. Sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus dilindungi tanpa kecuali.
  4. Fungsi atau tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia, hanya semata-mata dalam ruang lingkup menunaikan amanat Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan jiwa yang terkandung dalam sila Ketuhanan, cita penegakan hukum tiada lain daripada fungsi pengabdian melaksanakan amanat Tuhan, dengan cara menempatkan setiap manusia tersangka/terdakwa sebagai makhluk Tuhan yang memiliki hak dan martabat kemanusiaan yang harus dilindungi dan mempunyai hak dan kedudukan untuk mempertahankan kehormatan dan martabatnya.

Fungsi penegakan hukum yang dipercayakan aparat penegak hukum berada dalam ruang lingkup amanat Tuhan, mereka harus memilliki keberanian dan kemampuan menyimak isyarat nilai keadilan yang konsisten dalam setiap penegakan hukum. Keadilan yang ditegakkan aparat penegak hukum bukanlah keadilan semaunya sendiri, tetapi merupakan wujud keadilan yang selaras dengan keinginan dan keridhoan Tuhan Yang Maha Esa, yang mempunyai dimensi pertanggungjawaban terhadap hukum, terhadap diri dan hati nurani dan terhadap masyarakat nusa dan bangsa berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan demikian, diharapkan setiap aparat penegak hukum harus terpatri semangat kesucian moral dalam setiap tindakan penegakan hukum, mereka harus dapat mewujudkan keadilan yang hakiki. Meskipun pada prinsipnya keadilan itu tidak dapat diwujudkan secara murni dan mutlak.

Manusia hanya mampu menemukan dan mewujudkan keadilan yang nisbi atau relatif. Kita menyadari bahwa untuk menegakkan keadilan menurut hukum (legal justice) adalah sangat sulit apalagi menegakkan keadilan moral (moral justice). Namun, untuk mencapai keadilan itu diperlukan adanya tolok ukur keadilan yang dicita-citakan oleh masyarakat bangsa sebagaimana halnya yang dicantumkan dalam KUHAP yaitu Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.



M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 20.

UPDATE ARTIKEL 2017
RANGKUMAN SEJARAH KUHAP (ACARA PIDANA)
Oleh. Andi Akbar Muzfa SH

Pada zaman penjajahan Belanda, kita mengenal berbagai macam hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia (R. Soesilo: 1982), yaitu:
  1. Reglement op de rechterlijke organisatie (Reglemen organisasi kehakiman) S 1848-57, yang memuat ketetapan-ketetapan tentang organisasi dan peraturan kehakiman.
  2. Reglement op de strafvordering (Reglemen hukum acara pidana) S 1849-63 yang memuat hukum acara pidana bagi golongan penduduk Eropa dan yang disamakan dengan mereka.
  3. Landgerechtsreglement (Reglemen hakim kepolisian) S 1914-317 yang memuat hukum acara di muka hakim kepolisian yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara kecil untuk seluruh golongan penduduk.
  4. Inlandsch Reglement (Reglemen bumi putera) yang biasa disingkat dengan IR S 1848-16, memuat hukum acara perdata dan hukum acara pidana di hadapan pengadilan “Landraad”, bagi golongan penduduk Indonesia dan Timur Asing, hanya berlaku di wilayah Jawa dan Madura.Untuk wilayah di luar Jawa dan Madura, yang berlaku adalah “Rechtsreglement voor de Buitengewesten” S 1927-227. Inlandsch Reglement itu kemudian dengan S 1941-44 diperbaharui sehingga berubah menjadi “Herziene Inlandsch Reglement” (HIR) yang diperbaharui atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB).
Pada zaman Jepang, untuk seluruh golongan penduduk kecuali bangsa Jepang itu sendiri, hanya terdapat dua pengadilan yaitu “Tie Hooin” dan “Keizai Hooin” yang merupakan lanjutan dari pengadilan zaman Belanda “Landraad” dan “Landgerecht”, dan sebagai hukum acaranya dipergunakan HIR dan Landgerecht Reglement. Di zaman merdeka, berdasarkan aturan peralihan, yang berlaku tetaplah HIR dan Landgerechts Reglement. Kemudian setelah ke luar undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan dalam susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil di Indonesia, pada pasal 6 undang-undang tersebut menetapkan bahwa untuk seluruh Indonesia, hukum acara pidana pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HIR dipakai sebagai pedoman.

Untuk mencapai kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24 Undang-undang Dasar 1945 maka dibuatlah Undang-undang No.19 Tahun 1964  yang kemudian diganti dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1970, tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Pada pasal 12 undang-undang tersebut menegaskan bahwa hukum acara pidana harus dibuat dalam undang-undang tersendiri. Dengan Amanat Presiden tanggal 12 September 1979 No. 06/P/U/IX/1979, maka disampaikan RUU hukum acara pidana kepada DPR RI untuk dirembukkan dalam sidang DPR RI guna mendapatkan persetujuannya.

Pada tanggal 9 Oktober 1979 dalam pembicaraan tingkat II, menteri kehakiman menyampaikan keterangan pemerintah tentang RUU hukum acara pidana dalam suatu sidang Paripurna DPR RI. Pembicaraan Tingkat III dilakukan dalam sidang komisi diputuskan oleh badan musyawarah DPR RI bahwa, pembicaraan tingkat III Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana dilakukan oleh gabungan komisi III dan Komisi I DPR RI. Sidang gabungan (SIGAB) komisi III dan komisi I DPR RI bersama pemerintah mulai membicarakan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana pada tanggal 24 November 1979 hingga tanggal 22 Mei 1980 di gedung DPR RI Senayan di Jakarta.

Dalam jangka waktu tersebut, sidang gabungan, menghasilkan putusan penting yang dikenal dengan sebutan “13 kesepakatan Pendapat”, yang isinya mengandung materi pokok yang akan dituangkan dalam pasal-pasal RUU hukum acara pidana. Untuk membicarakan dan merumuskan masalah rancangan undang-undang hukum acara pidana lebih lanjut, dibentuklah tim sinkronisasi yang diberi mandate penuh oleh SIGAB. Setelah melakukan tugasnya kurang lebih selama 2 tahun, tim sinkronisasi berhasil menyelesaikan tugasnya, yaitu pada tanggal 9 September 1981. RUU hukum acara pidana tersebut disetujui oleh Sigab DPR RI.

Akhirnya pada tanggal 23 September 1981, setelah disampaikannnya pendapat DPR RI dalam sidang paripurna, maka RUU Hukum acara pidana disetujui oleh DPR untuk disahkan oleh presiden menjadi undang-undang. Pada tanggal 31 Desember 1981, presiden telah mengesahkan RUU tersebut sehingga menjadi undang-undang No. 8 Tahun 1981 (LN No.76 TLN No. 3209).

Sumber,.
Catatan kuliah Mahasiswa Hukum Universits Muslim Indonesia (Makassar)
Posted by. Piymen FH UMI 06

Update by. Andi Akbar Muzfa SH

UPDATE 2026
Landasan Filosofis KUHAP

Landasan filosofis Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah dasar pemikiran mendalam yang melandasi penyusunan dan pelaksanaan hukum acara pidana di Indonesia. Secara filosofis, KUHAP bertumpu pada penghormatan terhadap hak asasi manusia, perlindungan hukum bagi tersangka, terdakwa, korban, serta keseimbangan antara kepentingan negara dan individu. Sebelum KUHAP diberlakukan, Indonesia menggunakan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) yang merupakan produk kolonial dan lebih menekankan pada dominasi negara terhadap individu. KUHAP hadir untuk mengoreksi paradigma itu dan memperkuat prinsip-prinsip negara hukum (rechtstaat).

Landasan filosofis KUHAP tercermin dalam beberapa prinsip besar, antara lain:

  • Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), yakni setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana harus dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

  • Perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa, seperti hak atas bantuan hukum, hak untuk tidak disiksa, hak untuk mendapatkan informasi tentang tuduhan, hak untuk diperlakukan adil dalam proses hukum.

  • Peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, untuk menjamin keadilan tidak terhambat atau terabaikan.

  • Keseimbangan antara kepentingan umum dan kepentingan individu, agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dalam proses hukum.

Landasan filosofis ini sejalan dengan prinsip-prinsip hukum modern dan berusaha memperbaiki ketimpangan antara kekuasaan negara dan perlindungan hak warga negara.

Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur

KUHAP yang berlaku saat ini adalah:

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Namun, perlu dicatat bahwa dalam rencana jangka panjang, KUHAP akan digantikan oleh KUHAP baru (RUU Hukum Acara Pidana) yang lebih modern, tetapi sampai saat ini, yang sah tetap UU No. 8 Tahun 1981.

Beberapa pasal penting yang mencerminkan landasan filosofis KUHAP:

  • Pasal 1 angka 3 KUHAP
    "Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya."
    Penjelasan: Pasal ini menekankan pentingnya hukum acara dalam mencari kebenaran materiil dengan tetap berdasarkan hukum, bukan sekadar asumsi atau dugaan.

  • Pasal 8 KUHAP
    "Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap."
    Penjelasan: Ini adalah landasan filosofis tentang asas praduga tak bersalah.

  • Pasal 50-68 KUHAP
    Mengatur hak-hak tersangka dan terdakwa, termasuk hak mendapatkan perlindungan hukum, hak atas bantuan hukum, hak menghubungi keluarga, hak untuk tidak disiksa atau dipaksa mengaku.

KUHAP juga didasarkan pada prinsip penghormatan terhadap Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dan Konstitusi Indonesia (UUD 1945 Pasal 28D dan 28G) yang menjamin hak atas perlindungan hukum dan perlakuan yang adil.

Contoh Kasus Beserta Penjelasannya

Contoh kasus: Salah tangkap dalam proses pidana.

Kasus salah tangkap sering terjadi di Indonesia. Misalnya, seseorang bernama X ditangkap karena dugaan pencurian. Namun ternyata, dari hasil penyelidikan lebih lanjut dan dari alibi yang kuat (ada saksi bahwa X berada di tempat lain saat kejadian), terbukti bahwa X bukan pelakunya.

Dalam kasus ini, KUHAP mengatur bahwa:

  • Penangkapan dan penahanan harus dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP).

  • Hak atas bantuan hukum wajib diberikan sejak saat penangkapan (Pasal 56 KUHAP).

  • Bila terjadi salah tangkap atau salah tahan, korban berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi (Pasal 95 KUHAP).

Kasus ini menunjukkan pentingnya prinsip praduga tidak bersalah dan perlindungan hak-hak tersangka dalam proses hukum.

Proses Peradilan Terkait Tindak Pidana Tersebut

  1. Penyelidikan
    Dilakukan oleh penyelidik (biasanya dari kepolisian) untuk memastikan apakah suatu peristiwa mengandung unsur pidana.

  2. Penyidikan
    Setelah ada indikasi tindak pidana, penyidik melakukan serangkaian tindakan hukum seperti pemeriksaan saksi, penyitaan barang bukti, penangkapan tersangka. Jika tidak cukup bukti, kasus harus dihentikan.

  3. Penahanan
    Harus memenuhi syarat subjektif (adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, mengulangi perbuatan, atau merusak barang bukti) dan objektif (ancaman pidana 5 tahun atau lebih).

  4. Pelimpahan ke Kejaksaan
    Setelah berkas lengkap (P-21), berkas diserahkan ke jaksa untuk dibuatkan dakwaan.

  5. Persidangan di Pengadilan
    Termasuk pembacaan dakwaan, pemeriksaan saksi dan terdakwa, tuntutan jaksa, pembelaan terdakwa, dan akhirnya putusan hakim.

  6. Upaya Hukum
    Jika putusan tidak adil, terdakwa atau jaksa dapat mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK).

Dalam kasus salah tangkap, upaya hukum yang digunakan adalah permohonan ganti rugi dan rehabilitasi ke pengadilan negeri sesuai Pasal 95 KUHAP.

Perlindungan Hukum atau Upaya Hukum dari Advokat

Advokat dalam perkara salah tangkap atau pelanggaran hak tersangka:

  • Segera mengajukan permohonan praperadilan (Pasal 77 KUHAP) untuk menguji keabsahan penangkapan, penahanan, atau penghentian penyidikan.

  • Mengajukan permohonan ganti rugi atas salah tangkap atau salah tahan (Pasal 95 KUHAP).

  • Memberikan pendampingan hukum sejak awal proses (penangkapan) untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang dari aparat.

Dalam kasus penganiayaan, atau salah tahan, advokat harus mengawal agar hak-hak kliennya terlindungi maksimal sejak tahap penyidikan hingga sidang.

Kesimpulan

Landasan filosofis KUHAP berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia, peradilan yang adil dan seimbang, serta penghormatan terhadap asas praduga tak bersalah. KUHAP hadir untuk mengoreksi sistem hukum kolonial yang dulu lebih represif terhadap individu.

Hambatan dalam implementasi landasan filosofis KUHAP antara lain adalah:

  • Ketidakpahaman sebagian aparat penegak hukum terhadap asas-asas hak asasi manusia.

  • Masih adanya praktik penyiksaan, salah tangkap, atau pemaksaan pengakuan.

  • Kurangnya akses terhadap bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

Penerapan KUHAP yang benar adalah kunci agar hukum acara pidana di Indonesia tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.

Konsultasi Hukum :
Advokat/ Pengacara & Konsultan Hukum

Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Rekan)

KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM