·
Pada umumnya suatu tindak pidana diselesaikan
secara tuntas oleh si subjek, tidak timbul permasalahan dan dinyatakan sebagai
tindak pidana/kejahatan. Namun sering terjadi dimana subjek tidak dapat tuntas
menyesaikan tindak pidana yang diinginkan, masalah ini menyangkut ajaran
percobaan (poging/attemp). Ini diatur dalam pasal 53 KUHP dengan
unsur-unsurnya;
1.
ada niat,
2.
harus ada permulaan pelaksanaan,
3.
pelaksanaan tidak tuntas dikarenakan hal-hal diluar
kemampuan si subjek.
Ketiga
unsur tersebut merupakan syarat untuk dipidananya pelaku percobaan.
·
Mengenai unsur pertama yaitu niat, Moeljatno
mengatakan niat dalam pasal 53 KUHP belum dapat dikatakan kesengajaan sebelum
niat itu ditindaklanjuti.
·
Yang dimaksud dengan hal-hal di luar kemampuan
si pelaku (unsur ke-3), misal; saat ia melakukan perbuatan sudah terlanjur
tertangkap basah/diteriaki orang.
·
Maka di dalam dakwaan tcrgantung tindak
pidananya, misal :
Percobaan
pencurian: pasal 53 jo 362 KUHP. Percobaan pembunuhan: pasal 53 jo 338 KUHP.
·
Maka untuk pelaku percobaan menurut pasal 53
KUHP, pidananya dikurangi 1/3, namun sering juga terjadi orang mempunyai
niat, niat itu sudah ditindaklanjuti, pada saat mau melaksanakan timbul niat
dalam pikirannya untuk tidak melanjutkannya/ mengurungkan niatnya, maka di sini
merupakan percobaan yang tidak dipidana.
·
Kesimpulannya tidak terselesaikan tindak
pidana ada kalanya pengaruh dari luar dan dalam diri orang itu sendiri.
·
Dalam Buku II KUHP ada bentuk percobaan yang
oleh pembentuk UU dinyatakan sebagai delik berdiri sendiri (delictum
suigeneris), misalnya delik-delik makar (pasal 104 KUHP), hakikatnya adalah
percobaan namun dinyatakan berdiri sendiri
dikarenakan ancaman pidana dikurangai 1/3-nya. Kemudian pasal 54 KUHP,
percobaan terhadap pelanggaran tindak pidana (dalam KUHP Pidana, maka percobaan
hanya untuk kejahatan tidak untuk pelanggaran). Ketentuan ini dikecualikan oleh
delik-delik di luar KUHP, misalnya delik ekonomi dimana percobaan terhadap
pelanggaran justru dipidana (UU No. 7 drt /1955, percobaan terhadap tindak
pidana ekonomi justru dipidana dan pidananya justru disamakan dengan pelaku),
jadi pasal 53 dan 54 KUHP disimpangi oleh UU ini dan ini dibenarkan dengan/oleh
pasal 103 KUHP : Adanya ketentuan yang umum menyimpangi yang khusus. trsebut maka dimungkinkan pengajuan perkara secara bertahap, pegangan
hakim dalam menghadapi pengajuan perkara secara bertahap, ia harus berpegang
pada pasal 71 KUHP. Agar tidak terjadi perkosaan terhadap hak asasi
terdakwa yang menyangkut keadilannya, maka kewajiban Jaksa apabila mengajukan
perkara tidak sekaligus maka Jaksa wajib memberikan catatan dalam berkas
tentang tidak dapat diajuk-annya sekaligus dari sekian kejahatan yang
dilakukan.
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|