- Putusan bebas (vrij spraak)
- Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
- Putusan pemidanaan
- Penetapan tidak berwenang mengadili
- Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima
- Berkepala : Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
- Identitas terdakwa
- Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan penuntut umum
- Pertimbangan yang lengkap
- Tuntutan pidana penuntut umum
- Peraturan undang-undang yang menjadi dasar pemidanaan
- Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal
- Pernyataan kesalahan terdakwa
- Pembebanan biaya perkara dan penentuan barang bukti
- Penjelasan tentang surat palsu
- Perintah penahanan, tetap dalam tahanan atau pembebasan
- Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera
Kekeliruan penulisan atau pengetikan terhadap huruf b, c, d, j, k dan l yaitu :
- Tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum
- Tetapi kekeliruan dan kesalahan dalam penulisan atau pengetikan itu dapat diperbaiki.
- Dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum
- Kelalaian mencantumkannya mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Begitu juga dengan barang bukti, Menurut Yurisprudensi MARI No. 129K/Kr/1969 tanggal 17 Juli 1971 menyebutkan : Tidak memberi keputusan barang bukti (surat) yang diajukan di muka sidang dan memberi keputusan atas sesuatu barang yang tidak diajukan sebagai barang bukti di muka sidang tidaklah mengakibatkan batalnya putusan. Judex factie tidak berwenang memberi putusan terhadap barang yang tidak diajukan di muka sidang.
Dengan tidak mempertimbangkan dasar dan perampasan barang bukti, oleh karena kedua keputusan tersebut sebagai kurang beralasan harus dibatalkan (Yurisprudensi MARI No. 89K/Kr/1968 Februari 1969).
Sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua sidan wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang apa yang menjadi haknya, yaitu :
- Hak segera menerima atau segera menolak isi putusan
- Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan yaitu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (pasal 196 ayat (3) jo. Pasal 233 ayat 2 KUHAP)
- Hak meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan (pasal 169 ayat 3 KUHAP jo. UU Grasi)
- Hak meminta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (pasal 196 ayat (3) Jo. Pasal 233 ayat 2 KUHAP)
- Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir a (menolak putusan) dalam waktu yang ditentukan dalam pasal 235 ayat 1 KUHAP yang menyatakan bahwa “selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara it utidak boleh diajukan lagi (pasal 196 ayat 3 KUHAP).
UPDATE 2026
Acara Pembacaan Putusan dalam Perkara Pidana
Advokat/ Pengacara & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR Law Office)
Berikut adalah penjelasan lengkap dan terperinci mengenai Acara Pembacaan Putusan dalam Perkara Pidana di Indonesia, disusun secara runut berdasarkan hukum positif yang berlaku, termasuk aspek hukum acara, dasar hukum, contoh kasus, hingga pandangan dari sisi kuasa hukum sebagai perlindungan hukum bagi terdakwa.
1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci Tentang Acara Pembacaan Putusan dalam Perkara Pidana
Acara pembacaan putusan dalam perkara pidana merupakan tahapan akhir dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri, di mana majelis hakim menyampaikan hasil pemeriksaan perkara secara terbuka di persidangan melalui suatu keputusan yang dituangkan dalam bentuk putusan pengadilan. Putusan ini menjadi dasar hukum final di tingkat pertama yang dapat menimbulkan akibat hukum terhadap terdakwa, baik itu berupa pembebasan, lepas dari tuntutan hukum, maupun pemidanaan.
Pembacaan putusan wajib dilakukan secara terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara-perkara tertentu seperti tindak pidana anak, kekerasan seksual, atau tindak pidana kesusilaan tertentu. Hakim wajib memberikan pertimbangan hukum, baik terhadap alat bukti, saksi-saksi, pembelaan terdakwa, maupun tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Adapun struktur putusan pidana umumnya memuat:
-
Identitas terdakwa
-
Dakwaan penuntut umum
-
Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan
-
Pertimbangan hukum (juridis dan non-juridis)
-
Amar putusan (isi putusan berupa bebas, lepas, atau pemidanaan)
-
Tanggapan atas pembelaan (pledoi) dan replik/duplik
-
Hak atas upaya hukum lanjutan (banding, kasasi, atau peninjauan kembali)
Putusan dapat dijatuhkan dalam bentuk:
-
Putusan bebas (vrijspraak): terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
-
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging): perbuatan terbukti, tetapi bukan tindak pidana
-
Putusan pemidanaan: terdakwa terbukti bersalah dan dijatuhi pidana
2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur
a. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Beberapa pasal penting yang mengatur tentang acara pembacaan putusan:
-
Pasal 182 ayat (4) KUHAP:
“Setelah pertimbangan selesai dibicarakan oleh majelis hakim, hakim ketua sidang mengadakan musyawarah dengan hakim anggota dan membuat putusan yang dirumuskan secara singkat, jelas dan menyeluruh.”
-
Pasal 183 KUHAP:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
-
Pasal 191 KUHAP:
Ayat (1): Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dibebaskan.
Ayat (2): Jika perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi ternyata bukan merupakan tindak pidana, maka terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
b. KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
KUHP Baru lebih banyak memuat ketentuan substantif pidana (bukan acara). Namun, dalam Bagian Ketentuan Umum, terutama Pasal 38 KUHP Baru, disebutkan pentingnya:
“Putusan yang menjatuhkan pidana harus mempertimbangkan sifat pribadi pelaku, tingkat kesalahan, motif, dan akibat dari tindak pidana.”
Pasal ini memberikan tekanan pada perlunya pertimbangan keadilan substantif dan kontekstual dalam menjatuhkan putusan.
c. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
-
Pasal 13 ayat (1):
“Semua putusan pengadilan selain Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”
Ini memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam acara pembacaan putusan.
3. Contoh Kasus dan Penjelasannya
Contoh Kasus: Dugaan Penggelapan oleh Bendahara Sekolah
Seorang bendahara sekolah (terdakwa) diadili atas tuduhan penggelapan dana operasional pendidikan sebesar Rp150 juta. Dalam persidangan:
-
Jaksa mengajukan dakwaan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
-
Terdakwa membantah telah melakukan penggelapan, dan menyatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk kebutuhan operasional mendesak atas perintah kepala sekolah.
-
Majelis hakim mempertimbangkan bahwa meski dana tidak dipertanggungjawabkan secara administrasi, tidak ada niat jahat dan tidak ditemukan adanya keuntungan pribadi yang diperoleh terdakwa.
Putusan dibacakan dalam sidang terbuka:
-
Hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan, namun tidak memenuhi unsur niat jahat.
-
Maka terdakwa dijatuhi putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag).
-
Dalam amar putusan juga disebutkan hak terdakwa untuk mengajukan banding.
Putusan dibacakan secara terbuka, dihadiri terdakwa, penuntut umum, dan penasihat hukum. Setelah putusan selesai dibacakan, salinan putusan disiapkan untuk diberikan kepada para pihak.
4. Proses Peradilan Terkait
Rangkaian proses peradilan pidana dari awal hingga pembacaan putusan:
a. Penyelidikan
-
Polisi menerima laporan atau temuan dugaan tindak pidana.
-
Dilakukan klarifikasi awal dan pengumpulan informasi dasar.
b. Penyidikan
-
Polisi menetapkan tersangka, memeriksa saksi, mengumpulkan alat bukti.
-
Berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan.
c. Penuntutan
-
Jaksa menyusun surat dakwaan dan membawa perkara ke pengadilan.
d. Persidangan
-
Pemeriksaan saksi, terdakwa, alat bukti, dan keterangan ahli.
-
Dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan jaksa (requisitor), pembelaan (pledoi), replik, dan duplik.
e. Musyawarah Hakim dan Putusan
-
Hakim bermusyawarah secara tertutup.
-
Putusan dirumuskan dan ditandatangani.
-
Putusan dibacakan dalam sidang terbuka, lengkap dengan amar dan pertimbangan hukum.
f. Upaya Hukum
-
Jika tidak puas, para pihak dapat mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali sesuai ketentuan hukum acara.
5. Perlindungan Hukum dari Pengacara atau Kuasa Hukum
Peran pengacara atau advokat sangat penting dalam tahap pembacaan putusan:
-
Memberikan pendampingan kepada terdakwa untuk memastikan putusan dibacakan secara sah dan memenuhi asas due process of law.
-
Menyusun catatan hukum terhadap isi putusan, apakah sudah sesuai dengan fakta persidangan.
-
Memberikan nasihat hukum kepada terdakwa tentang langkah hukum selanjutnya (misalnya apakah perlu mengajukan banding).
-
Dalam hal putusan tidak menguntungkan, kuasa hukum dapat segera menyatakan niat banding dan mengajukan permohonan resmi dalam batas waktu yang ditentukan (7 hari).
Jika terjadi dugaan pelanggaran dalam proses putusan (misalnya cacat formil, putusan tidak logis, atau putusan ultra petita), pengacara juga dapat mempersiapkan kasasi atau peninjauan kembali.
6. Kesimpulan dan Permasalahan yang Mungkin Timbul
Kesimpulan:
Acara pembacaan putusan dalam perkara pidana merupakan tahapan penting dan menentukan nasib hukum terdakwa. Putusan harus dibacakan secara terbuka untuk umum, mengandung pertimbangan yang logis dan yuridis, serta memberikan akses pada para pihak untuk menggunakan hak upaya hukum lanjutan. Pembacaan putusan tidak boleh dilakukan secara tertutup kecuali dalam perkara khusus.
Permasalahan yang Mungkin Timbul:
-
Keterlambatan pengetikan putusan, sehingga salinan tidak tersedia tepat waktu.
-
Putusan dibacakan tanpa kehadiran terdakwa karena alasan teknis atau administratif.
-
Hak terdakwa untuk memahami putusan secara utuh tidak terpenuhi, misalnya karena bahasa hukum yang terlalu teknis atau akses terhadap penasihat hukum terbatas.
-
Putusan tidak sesuai dengan fakta persidangan, yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem peradilan.
Maka dari itu, pemahaman mendalam mengenai struktur, mekanisme, dan dasar hukum acara pembacaan putusan sangat diperlukan baik oleh terdakwa, advokat, maupun aparatur penegak hukum agar proses peradilan berjalan adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Advokat & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR Law Office)
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|