View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Hukum Pidana , Kejahatan Pemalsuan , KUHP Baru , Tindak Pidana Pemalsuan » Perbedaan Pasal Pemalsuan Surat KUHP Baru dan KUHP Lama

Perbedaan Pasal Pemalsuan Surat KUHP Baru dan KUHP Lama

Berikut adalah penjelasan lengkap tentang persamaan dan perbedaan Pasal Pemalsuan Surat dalam KUHP Baru dan KUHP Lama, yang disusun secara sistematis dan rinci untuk digunakan sebagai pertimbangan dan referensi hukum dalam menangani perkara:

1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Tindak pidana pemalsuan surat merupakan suatu perbuatan di mana seseorang dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat sedemikian rupa sehingga surat itu seolah-olah benar dan dapat menimbulkan akibat hukum, padahal surat tersebut palsu atau tidak autentik.

Tindak pidana ini dapat mencakup:

  • Membuat surat baru yang tidak benar isinya.

  • Mengubah isi surat yang sah sehingga kehilangan nilai keasliannya.

  • Menggunakan surat palsu seolah-olah surat tersebut asli dan sah.

Unsur utama dalam tindak pidana ini meliputi:

  • Perbuatan membuat atau memalsukan surat.

  • Surat itu digunakan untuk seolah-olah sah, asli, dan dapat menimbulkan akibat hukum.

  • Adanya niat (mens rea) atau kesengajaan.

  • Potensi kerugian atau akibat hukum bagi pihak lain.

Jenis-jenis surat yang biasanya menjadi objek dalam perkara ini antara lain: akta otentik, surat kuasa, surat perjanjian, surat keterangan, surat tanah, surat ijin, dsb.

Tindak pidana pemalsuan surat sering terjadi dalam berbagai bidang seperti perdata, administrasi negara, perbankan, dan dokumen negara, dan sering bersinggungan dengan tindak pidana lain seperti penipuan atau penggelapan.

2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur (KUHP Lama dan KUHP Baru)

KUHP Lama (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië)

Pasal yang mengatur tindak pidana pemalsuan surat dalam KUHP Lama adalah Pasal 263 KUHP:

Pasal 263 ayat (1)
"Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun."

Pasal 263 ayat (2)
"Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan utang, atau diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal."

Penjelasan:

  • Fokus utama KUHP Lama adalah pada pembuatan dan penggunaan surat palsu.

  • Surat yang dimaksud harus berpotensi menimbulkan hak atau akibat hukum.

  • Tidak perlu sampai timbul akibat, cukup ada potensi.

KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional)

Dalam KUHP Baru, pengaturan tentang pemalsuan surat berada dalam BAB XXIX - Tindak Pidana Pemalsuan Surat, khususnya pada:

Pasal 435 KUHP Baru
(1) Setiap orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti bagi sesuatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (maksimal Rp500 juta).

(2) Setiap orang yang sengaja menggunakan surat palsu atau surat yang dipalsukan seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, jika penggunaan surat itu dapat menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan utang atau diperuntukkan sebagai bukti bagi sesuatu hal, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Penjelasan:

  • KUHP Baru secara substansi hampir sama dengan KUHP Lama, namun terdapat penambahan opsi pidana denda yang tidak ada di KUHP Lama.

  • KUHP Baru memperjelas istilah dengan menyebut “Setiap orang” yang mencerminkan prinsip individualisasi pertanggungjawaban pidana.

  • Terminologi “dipidana dengan pidana penjara paling lama” dan “denda kategori V” merupakan bagian dari sistem pemidanaan progresif dan berjenjang dalam KUHP Baru.

Persamaan:

  • Unsur formil dan materiil dalam pasal tetap sama.

  • Ancaman pidana penjara maksimum tetap 6 tahun.

  • Baik pembuatan maupun penggunaan surat palsu tetap dianggap sebagai tindak pidana.

Perbedaan:

  • KUHP Baru menambahkan pidana denda sebagai alternatif pemidanaan.

  • KUHP Baru menggunakan istilah lebih sistemik seperti “setiap orang” dan “kategori denda”, selaras dengan asas pemidanaan modern.

3. Contoh Kasus dan Perbandingan KUHP Lama vs KUHP Baru

Contoh Kasus:

Seorang warga bernama Y membuat surat keterangan palsu seolah-olah ia adalah ahli waris sah atas sebidang tanah milik almarhum Z. Surat tersebut dipalsukan dengan meniru tanda tangan kepala desa dan stempel kantor desa. Y lalu menggunakan surat tersebut untuk mengurus sertifikat ke BPN dan berhasil mengklaim hak atas tanah tersebut.

Analisis menurut KUHP Lama:

  • Perbuatan Y masuk dalam Pasal 263 ayat (1): membuat surat palsu dengan maksud digunakan untuk mendapatkan hak (tanah).

  • Saat Y mengurus sertifikat ke BPN menggunakan surat itu, dia juga melanggar Pasal 263 ayat (2): menggunakan surat palsu.

  • Ancaman pidana: penjara paling lama 6 tahun.

  • Tidak ada opsi pidana denda dalam KUHP Lama.

Analisis menurut KUHP Baru:

  • Perbuatan Y masuk ke Pasal 435 ayat (1): membuat surat palsu yang menimbulkan hak (sertifikat tanah).

  • Ketika Y menggunakan surat palsu untuk keperluan hukum di BPN, ia melanggar Pasal 435 ayat (2).

  • Ancaman pidana: penjara 6 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.

  • Hakim dapat menjatuhkan pidana denda jika dianggap lebih proporsional, misalnya jika tidak ada akibat nyata.

Perbandingan Kontekstual:

  • KUHP Lama: pemidanaan mutlak hanya berupa penjara.

  • KUHP Baru: pemidanaan lebih fleksibel, termasuk pidana denda (untuk keadilan restoratif atau kasus ringan).

  • KUHP Baru lebih adaptif terhadap perkembangan penanganan perkara, termasuk dalam hal pemulihan dan keadilan yang tidak selalu harus menggunakan hukuman badan.

4. Kesimpulan dan Permasalahan dalam Proses Peradilan dan Pendampingan Hukum

Kesimpulan:

  • Pemalsuan surat adalah tindak pidana yang memiliki dampak serius terhadap kepercayaan hukum dalam masyarakat.

  • Baik KUHP Lama maupun KUHP Baru mengatur hal ini secara jelas, dengan substansi norma yang relatif sama.

  • KUHP Baru lebih progresif dengan menawarkan variasi pemidanaan seperti denda, yang memberikan ruang bagi keadilan yang lebih proporsional.

  • Tindak pidana ini sering kali menjadi bagian dari rangkaian kejahatan lain, sehingga pendampingan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya melihat pasal pemalsuan surat semata.

Permasalahan dalam Proses Peradilan dan Pendampingan Hukum:

  1. Kesulitan pembuktian: Memastikan surat benar-benar palsu memerlukan pemeriksaan forensik tanda tangan, tinta, kertas, stempel, dan lainnya.

  2. Penggunaan surat dalam konteks perdata: Banyak pemalsuan surat terjadi dalam sengketa waris, jual beli, dan perdata lainnya. Hal ini dapat membingungkan karena pihak penyidik atau hakim kadang menganggapnya sebagai ranah perdata semata.

  3. Potensi kriminalisasi: Seseorang yang menggunakan surat tanpa menyadari bahwa surat tersebut palsu, bisa terkena jerat pidana tanpa niat jahat (mens rea) yang jelas.

  4. Advokat perlu jeli memilah peran klien apakah sebagai korban atau pelaku, khususnya jika surat dipalsukan oleh pihak ketiga.

  5. Ketergantungan pada ahli: Perlu menghadirkan ahli forensik dokumen yang berintegritas, dan kadang alat bukti ini bisa sangat menentukan.

  6. Penggunaan pasal alternatif: Dalam praktiknya, jaksa sering menggunakan pasal lain seperti penipuan, penggelapan, atau pemalsuan akta autentik. Ini bisa membingungkan klien dan membutuhkan pendampingan strategis dari advokat.

Pendekatan advokat dalam kasus ini harus holistik, termasuk:

  • Investigasi dokumen secara mandiri.

  • Melakukan cross-check keterangan ahli dan saksi.

  • Mengedepankan keadilan substantif terutama bila klien adalah korban dari surat palsu.

Jika diperlukan, dapat dimintakan diversi, mediasi penal, atau restorative justice, terutama dalam konteks pemalsuan surat dalam lingkungan sosial dan keluarga.

Artikel Terkait :

Artikel ini telah mendapat persetujuan untuk diterbitkan oleh :
Advokat/ Pengacara & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR Law Office)
KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM