View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Hukum Internasional , Hukum Perjanjian Internasional » Apa perbedaan antara treaty, convention, protocol, charter, dan agreement?

Apa perbedaan antara treaty, convention, protocol, charter, dan agreement?

1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci

Dalam hukum internasional, treaty, convention, protocol, charter, dan agreement adalah bentuk perjanjian internasional. Meskipun secara hukum semuanya termasuk ke dalam kategori perjanjian internasional, istilah-istilah ini memiliki perbedaan dari segi cakupan, sifat, dan penggunaannya:

  • Treaty adalah perjanjian internasional yang bersifat formal dan mengikat secara hukum antara dua negara (bilateral) atau lebih (multilateral). Istilah ini paling umum digunakan dalam dokumen perjanjian internasional dan sering kali mencakup isu strategis seperti pertahanan, batas wilayah, atau kerjasama ekonomi.

  • Convention adalah bentuk perjanjian internasional yang biasanya bersifat multilateral dan disponsori oleh organisasi internasional seperti PBB. Convention bertujuan menetapkan norma-norma internasional atau prinsip-prinsip umum yang harus diikuti oleh negara pihak, seperti Konvensi Hak Anak atau Konvensi Genosida.

  • Protocol adalah dokumen tambahan atau pelengkap dari suatu treaty atau convention yang memperluas, mengubah, atau menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian utama. Misalnya, Kyoto Protocol adalah protokol dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

  • Charter merujuk pada dokumen konstitusional yang membentuk dan mengatur organisasi internasional serta menetapkan mandat, struktur, dan prinsip organisasi tersebut. Contohnya adalah Charter of the United Nations (Piagam PBB).

  • Agreement adalah istilah netral dan fleksibel yang digunakan untuk segala jenis perjanjian internasional, baik yang formal maupun informal, yang belum tentu membutuhkan ratifikasi. Agreement bisa bersifat administratif atau teknis antara dua negara atau lebih, sering digunakan dalam bidang perdagangan atau kerjasama sektor tertentu.

Secara substansi, kelima istilah ini tunduk pada hukum perjanjian internasional, tetapi perbedaan istilah mencerminkan sifat politis, institusional, atau praktis dari perjanjian itu sendiri.

2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur

Dasar hukum utama yang mengatur istilah-istilah tersebut dalam konteks hukum internasional adalah:

  • Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional, yang mendefinisikan dan mengatur prinsip-prinsip umum perjanjian internasional. Meskipun tidak membedakan secara ketat antara treaty, convention, protocol, dan lainnya, beberapa pasal penting yang relevan adalah:

    • Pasal 2 ayat 1(a): Menjelaskan bahwa perjanjian internasional (termasuk treaty, convention, agreement) adalah “suatu perjanjian internasional yang dibuat antara negara-negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional.”

    • Pasal 11-17: Mengatur bentuk-bentuk ekspresi persetujuan untuk terikat, seperti ratifikasi, aksesi, penerimaan, dan persetujuan.

    • Pasal 26: Prinsip Pacta Sunt Servanda, yaitu setiap perjanjian yang sah harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak.

    • Pasal 39-41: Mengatur perubahan (amendment) dan protokol tambahan terhadap perjanjian yang sudah ada.

  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yang berlaku di Indonesia, mengatur jenis, proses pembuatan, pengesahan, dan pemberlakuan perjanjian internasional.

    • Pasal 1 angka 1: Menjelaskan pengertian perjanjian internasional sebagai perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Indonesia dengan satu atau lebih negara atau organisasi internasional.

    • Pasal 4: Menyebut bahwa perjanjian yang berdampak besar terhadap masyarakat atau negara harus mendapat persetujuan DPR.

3. Contoh Kasus dan Penjelasan Detail

  • Treaty: Treaty of Peace with Japan (1951) antara Jepang dan Sekutu. Perjanjian ini mengakhiri Perang Dunia II secara resmi dan mengatur reparasi, pembebasan tahanan, serta status wilayah Jepang. Amerika dan Indonesia menjadi bagian dari negara-negara yang mengakui perjanjian tersebut.

  • Convention: Convention on the Rights of the Child (CRC) diadopsi oleh PBB tahun 1989 dan diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Konvensi ini menetapkan hak-hak anak yang harus dijamin oleh negara.

  • Protocol: Kyoto Protocol (1997), protokol tambahan dari UNFCCC. Mengikat negara-negara industri untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Indonesia menandatangani dan meratifikasi protokol ini, meskipun penerapannya menghadapi tantangan nasional.

  • Charter: United Nations Charter adalah piagam pendirian PBB. Dalam hal ini, Indonesia menjadi anggota sejak 1950 dan tunduk pada ketentuan Piagam, termasuk larangan agresi militer dan kewajiban penyelesaian damai atas sengketa.

  • Agreement: ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) merupakan perjanjian teknis antara negara-negara ASEAN untuk membuka pasar jasa di kawasan Asia Tenggara. Indonesia adalah salah satu pihak aktif dalam implementasinya.

4. Proses Peradilan Terkait Permasalahan

Jika terjadi pelanggaran terhadap isi treaty, convention, atau agreement, maka jalur penyelesaian yang umum ditempuh sebagai berikut:

  • Negosiasi Diplomatik: Proses awal di mana negara-negara yang bersengketa menyelesaikan masalah secara langsung, baik bilateral maupun multilateral.

  • Mediasi atau Konsiliasi: Jika negosiasi gagal, dapat melibatkan pihak ketiga (negara netral atau organisasi internasional) sebagai mediator.

  • Arbitrase Internasional: Apabila perjanjian memuat klausul arbitrase, maka para pihak dapat menunjuk tribunal arbitrase, seperti Permanent Court of Arbitration (PCA), untuk menyelesaikan sengketa.

  • Mahkamah Internasional (ICJ): Jika perjanjian memberikan yurisdiksi kepada ICJ atau jika para pihak sepakat, maka kasus dapat diajukan ke ICJ untuk putusan yang mengikat.

  • Upaya Hukum Paling Akhir: Di Mahkamah Internasional tidak ada sistem banding. Namun, negara dapat mengajukan request for interpretation atau revision terhadap putusan sesuai ketentuan Statuta ICJ.

Proses penyelesaian sengketa internasional sangat berbeda dengan proses peradilan pidana atau perdata nasional karena melibatkan prinsip kedaulatan negara dan norma hukum internasional.

5. Perlindungan Hukum atau Upaya Hukum dari Pengacara / Advokat

Peran advokat dalam perkara perjanjian internasional umumnya lebih ke arah:

  • Nasihat Hukum (Legal Advisor): Memberikan opini hukum kepada negara atau lembaga yang menjadi pihak dalam perjanjian, termasuk penafsiran pasal, risiko hukum, dan rekomendasi tindakan.

  • Negosiator: Berperan sebagai anggota tim perunding dalam proses pembentukan treaty atau agreement untuk memastikan kepentingan nasional atau klien terlindungi.

  • Litigator Internasional: Dalam forum seperti ICJ, WTO DSB, atau PCA, negara-negara sering menunjuk tim hukum internasional yang berisi advokat atau akademisi untuk mewakili dan menyusun dokumen litigasi.

  • Amicus Curiae: Advokat atau firma hukum dapat juga mengajukan dokumen amicus curiae untuk memberi masukan kepada pengadilan internasional tentang isu penting dalam suatu perkara.

  • Penyusunan Legal Opinion dan Instrumen Perjanjian: Advokat menyusun draf perjanjian, interpretasi protokol tambahan, atau bahkan membuat usulan charter organisasi internasional.

6. Kesimpulan dan Hambatan dalam Penegakan Hukum

Istilah treaty, convention, protocol, charter, dan agreement meskipun secara hukum memiliki kekuatan yang sama, memiliki perbedaan dalam cakupan, sifat, tujuan, dan lembaga yang menghasilkannya. Perbedaan istilah ini juga berpengaruh terhadap proses implementasi dan penegakan hukumnya.

Hambatan yang umum dalam penegakan hukum atas perjanjian internasional adalah:

  • Perbedaan interpretasi antar negara terhadap istilah atau pasal dalam perjanjian.

  • Kurangnya mekanisme sanksi atau pemaksaan dalam hukum internasional yang membuat putusan sulit dijalankan jika negara tidak kooperatif.

  • Perubahan rezim pemerintahan nasional yang kadang membatalkan komitmen atas suatu perjanjian.

  • Ketimpangan kekuasaan politik dan ekonomi antar negara, di mana negara kuat seringkali bisa mengabaikan sanksi atau putusan internasional.

  • Keterbatasan kapasitas negara berkembang, baik dari segi teknis maupun hukum, untuk menjalankan kewajiban dalam perjanjian multilateral.

Dengan memahami perbedaan dan dinamika istilah perjanjian internasional ini, advokat maupun pengambil keputusan hukum bisa lebih strategis dalam melindungi kepentingan negara atau klien dalam forum internasional. Kesiapan teknis, kejelian dalam membaca pasal perjanjian, dan kemampuan diplomasi hukum menjadi kunci utama untuk menghindari kerugian hukum dan politik.

Artikel Terkait Laiannya :
KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM