View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Hukum Internasional , Hukum Perjanjian Internasional » Apakah semua negara wajib terikat pada perjanjian internasional?

Apakah semua negara wajib terikat pada perjanjian internasional?

Apakah semua negara wajib terikat pada perjanjian internasional?
Berikut penjelasan lengkapnya...

1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci

Tidak semua negara secara otomatis wajib terikat pada suatu perjanjian internasional. Prinsip umum dalam hukum perjanjian internasional menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat negara-negara yang menyatakan persetujuan untuk terikat (consent to be bound), yang umumnya dilakukan melalui proses penandatanganan, ratifikasi, aksesi, atau bentuk persetujuan lainnya yang sah menurut hukum internasional.

Namun, terdapat beberapa pengecualian penting terhadap prinsip tersebut. Salah satunya adalah apabila isi dari suatu perjanjian mencerminkan jus cogens (norma hukum internasional yang bersifat imperatif dan tidak dapat dilanggar). Dalam hal ini, semua negara terikat meskipun mereka tidak menjadi pihak dalam perjanjian tersebut. Selain itu, norma hukum kebiasaan internasional (customary international law) yang telah diterima secara luas oleh komunitas internasional juga bersifat mengikat meskipun tidak ditulis dalam perjanjian tertentu.

Dengan demikian, keterikatan suatu negara terhadap perjanjian internasional sangat bergantung pada bentuk dan sifat perjanjian itu sendiri serta mekanisme pembentukan persetujuan oleh negara tersebut. Keterikatan bersifat sukarela dan konsensual, kecuali jika ketentuan perjanjian telah berkembang menjadi norma universal atau jus cogens yang tidak bisa diabaikan oleh negara manapun.

2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur

Dasar hukum yang utama dalam menjelaskan keterikatan negara terhadap perjanjian internasional dapat ditemukan dalam:

  • Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of Treaties), khususnya:

    • Pasal 2 ayat 1 (g): menjelaskan bahwa "negara pihak" adalah negara yang telah menyatakan persetujuannya untuk terikat oleh suatu perjanjian dan perjanjian itu berlaku bagi negara tersebut.

    • Pasal 26 (Pacta Sunt Servanda): "Setiap perjanjian yang berlaku mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik."

    • Pasal 34: "Suatu perjanjian tidak menciptakan kewajiban atau hak bagi negara ketiga tanpa persetujuannya."

    • Pasal 53: Menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah batal jika pada waktu dibuatnya bertentangan dengan suatu norma imperatif hukum internasional umum (jus cogens).

Dari pasal-pasal tersebut ditegaskan bahwa:

  • Perjanjian hanya berlaku untuk negara yang menjadi pihak dan menyatakan kesediaan terikat.

  • Negara ketiga tidak memiliki kewajiban atas perjanjian yang bukan ditandatangani atau diratifikasi olehnya, kecuali isi perjanjian mencerminkan norma jus cogens.

3. Contoh Kasus dan Penjelasan Detail

Salah satu contoh penting adalah Kasus ICJ Bosnia vs. Serbia (2007) terkait dugaan genosida. Bosnia menuduh Serbia melakukan genosida terhadap warga Bosnia Muslim dan mengajukan gugatan berdasarkan Konvensi Genosida 1948.

Serbia berargumen bahwa ia tidak menjadi pihak resmi pada konvensi ketika tindakan itu terjadi. Namun Mahkamah Internasional menyatakan bahwa larangan genosida adalah bagian dari norma jus cogens yang mengikat semua negara, terlepas dari status keanggotaannya dalam konvensi tersebut.

Dalam keputusan ini, ICJ menegaskan bahwa kewajiban untuk mencegah dan menghukum genosida bersifat universal, dan oleh karena itu, tidak dapat dihindari oleh alasan belum meratifikasi perjanjian.

4. Proses Peradilan Terkait Permasalahan

Berikut adalah alur proses penyelesaian sengketa hukum terkait keterikatan suatu negara terhadap perjanjian internasional:

  • Pendaftaran Gugatan Internasional: Negara yang merasa dirugikan karena pelanggaran suatu perjanjian dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional (ICJ). Dalam hal ini, syarat utamanya adalah kedua negara telah menerima yurisdiksi ICJ atau sepakat dalam perjanjian untuk menyelesaikan sengketa melalui ICJ.

  • Pemeriksaan Yurisdiksi: Mahkamah akan memeriksa apakah memiliki yurisdiksi terhadap perkara tersebut, termasuk memeriksa apakah negara tergugat adalah pihak dari perjanjian.

  • Pemeriksaan Substansi: Jika yurisdiksi diterima, ICJ akan mengkaji substansi perkara. Dalam hal negara bukan pihak, Mahkamah akan menilai apakah norma yang dilanggar termasuk dalam norma jus cogens atau hukum kebiasaan internasional.

  • Putusan dan Implementasi: ICJ mengeluarkan putusan yang bersifat mengikat. Tidak ada upaya banding terhadap putusan ICJ, namun eksekusinya bergantung pada negara yang bersangkutan. Dewan Keamanan PBB dapat dilibatkan jika negara tergugat menolak menjalankan putusan.

  • Tindakan Selanjutnya: Jika pelanggaran terjadi oleh individu, bukan negara, maka dapat dilanjutkan melalui Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sesuai yurisdiksi, untuk penuntutan atas kejahatan internasional.

5. Perlindungan Hukum atau Upaya Advokat

Peran pengacara atau advokat dalam perkara seperti ini meliputi:

  • Konsultasi dan Advokasi Hukum Internasional: Advokat internasional dapat memberikan pertimbangan hukum apakah suatu negara memiliki kewajiban berdasarkan perjanjian tertentu atau berdasarkan norma jus cogens.

  • Pendampingan Litigasi Internasional: Jika negara menggugat atau digugat, advokat dapat menyusun dokumen hukum, pleidoi, dan argumen untuk mewakili negara dalam forum seperti ICJ atau arbitrase internasional.

  • Penyusunan Amicus Curiae: Advokat juga dapat mengajukan opini hukum sebagai pihak ketiga berkepentingan yang membantu pengadilan dengan pandangan akademis atau teknis.

  • Perlindungan untuk Korban atau Pelapor: Dalam kasus pelanggaran serius seperti genosida atau pelanggaran HAM berat, advokat dapat mewakili kelompok korban dalam forum internasional atau mendorong pembentukan mekanisme kompensasi.

6. Kesimpulan dan Hambatan Penegakan Hukum

Secara prinsip, suatu negara hanya terikat pada perjanjian internasional apabila menyatakan persetujuannya untuk terikat. Namun pengecualian berlaku jika isi perjanjian tersebut mencerminkan hukum kebiasaan internasional atau norma jus cogens. Dalam hal ini, keterikatan bersifat universal dan tidak bisa dielakkan.

Beberapa hambatan dalam penegakan hukum atas keterikatan ini antara lain:

  • Masalah Yurisdiksi: Tidak semua negara mengakui yurisdiksi Mahkamah Internasional.

  • Kedaulatan Nasional: Beberapa negara menolak ikut serta dalam perjanjian atau forum internasional demi mempertahankan kedaulatannya.

  • Kurangnya Penegakan: Tidak ada mekanisme paksa yang kuat untuk memastikan negara menjalankan putusan ICJ tanpa campur tangan politik Dewan Keamanan.

  • Perbedaan Interpretasi Hukum: Penafsiran terhadap norma jus cogens atau kebiasaan internasional bisa menimbulkan perdebatan yang mempengaruhi hasil akhir peradilan.

Oleh karena itu, dalam menangani kasus keterikatan negara terhadap perjanjian internasional, pemahaman mendalam terhadap hukum internasional, sejarah penerapan norma, serta strategi litigasi internasional sangat diperlukan. Pendekatan advokat harus menyeluruh dan bersandar pada preseden hukum serta prinsip universal hukum publik internasional.1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci

Tidak semua negara secara otomatis wajib terikat pada suatu perjanjian internasional. Prinsip umum dalam hukum perjanjian internasional menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat negara-negara yang menyatakan persetujuan untuk terikat (consent to be bound), yang umumnya dilakukan melalui proses penandatanganan, ratifikasi, aksesi, atau bentuk persetujuan lainnya yang sah menurut hukum internasional.

Namun, terdapat beberapa pengecualian penting terhadap prinsip tersebut. Salah satunya adalah apabila isi dari suatu perjanjian mencerminkan jus cogens (norma hukum internasional yang bersifat imperatif dan tidak dapat dilanggar). Dalam hal ini, semua negara terikat meskipun mereka tidak menjadi pihak dalam perjanjian tersebut. Selain itu, norma hukum kebiasaan internasional (customary international law) yang telah diterima secara luas oleh komunitas internasional juga bersifat mengikat meskipun tidak ditulis dalam perjanjian tertentu.

Dengan demikian, keterikatan suatu negara terhadap perjanjian internasional sangat bergantung pada bentuk dan sifat perjanjian itu sendiri serta mekanisme pembentukan persetujuan oleh negara tersebut. Keterikatan bersifat sukarela dan konsensual, kecuali jika ketentuan perjanjian telah berkembang menjadi norma universal atau jus cogens yang tidak bisa diabaikan oleh negara manapun.

2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur

Dasar hukum yang utama dalam menjelaskan keterikatan negara terhadap perjanjian internasional dapat ditemukan dalam:

  • Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of Treaties), khususnya:

    • Pasal 2 ayat 1 (g): menjelaskan bahwa "negara pihak" adalah negara yang telah menyatakan persetujuannya untuk terikat oleh suatu perjanjian dan perjanjian itu berlaku bagi negara tersebut.

    • Pasal 26 (Pacta Sunt Servanda): "Setiap perjanjian yang berlaku mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik."

    • Pasal 34: "Suatu perjanjian tidak menciptakan kewajiban atau hak bagi negara ketiga tanpa persetujuannya."

    • Pasal 53: Menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah batal jika pada waktu dibuatnya bertentangan dengan suatu norma imperatif hukum internasional umum (jus cogens).

Dari pasal-pasal tersebut ditegaskan bahwa:

  • Perjanjian hanya berlaku untuk negara yang menjadi pihak dan menyatakan kesediaan terikat.

  • Negara ketiga tidak memiliki kewajiban atas perjanjian yang bukan ditandatangani atau diratifikasi olehnya, kecuali isi perjanjian mencerminkan norma jus cogens.

3. Contoh Kasus dan Penjelasan Detail

Salah satu contoh penting adalah Kasus ICJ Bosnia vs. Serbia (2007) terkait dugaan genosida. Bosnia menuduh Serbia melakukan genosida terhadap warga Bosnia Muslim dan mengajukan gugatan berdasarkan Konvensi Genosida 1948.

Serbia berargumen bahwa ia tidak menjadi pihak resmi pada konvensi ketika tindakan itu terjadi. Namun Mahkamah Internasional menyatakan bahwa larangan genosida adalah bagian dari norma jus cogens yang mengikat semua negara, terlepas dari status keanggotaannya dalam konvensi tersebut.

Dalam keputusan ini, ICJ menegaskan bahwa kewajiban untuk mencegah dan menghukum genosida bersifat universal, dan oleh karena itu, tidak dapat dihindari oleh alasan belum meratifikasi perjanjian.

4. Proses Peradilan Terkait Permasalahan

Berikut adalah alur proses penyelesaian sengketa hukum terkait keterikatan suatu negara terhadap perjanjian internasional:

  • Pendaftaran Gugatan Internasional: Negara yang merasa dirugikan karena pelanggaran suatu perjanjian dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional (ICJ). Dalam hal ini, syarat utamanya adalah kedua negara telah menerima yurisdiksi ICJ atau sepakat dalam perjanjian untuk menyelesaikan sengketa melalui ICJ.

  • Pemeriksaan Yurisdiksi: Mahkamah akan memeriksa apakah memiliki yurisdiksi terhadap perkara tersebut, termasuk memeriksa apakah negara tergugat adalah pihak dari perjanjian.

  • Pemeriksaan Substansi: Jika yurisdiksi diterima, ICJ akan mengkaji substansi perkara. Dalam hal negara bukan pihak, Mahkamah akan menilai apakah norma yang dilanggar termasuk dalam norma jus cogens atau hukum kebiasaan internasional.

  • Putusan dan Implementasi: ICJ mengeluarkan putusan yang bersifat mengikat. Tidak ada upaya banding terhadap putusan ICJ, namun eksekusinya bergantung pada negara yang bersangkutan. Dewan Keamanan PBB dapat dilibatkan jika negara tergugat menolak menjalankan putusan.

  • Tindakan Selanjutnya: Jika pelanggaran terjadi oleh individu, bukan negara, maka dapat dilanjutkan melalui Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sesuai yurisdiksi, untuk penuntutan atas kejahatan internasional.

5. Perlindungan Hukum atau Upaya Advokat

Peran pengacara atau advokat dalam perkara seperti ini meliputi:

  • Konsultasi dan Advokasi Hukum Internasional: Advokat internasional dapat memberikan pertimbangan hukum apakah suatu negara memiliki kewajiban berdasarkan perjanjian tertentu atau berdasarkan norma jus cogens.

  • Pendampingan Litigasi Internasional: Jika negara menggugat atau digugat, advokat dapat menyusun dokumen hukum, pleidoi, dan argumen untuk mewakili negara dalam forum seperti ICJ atau arbitrase internasional.

  • Penyusunan Amicus Curiae: Advokat juga dapat mengajukan opini hukum sebagai pihak ketiga berkepentingan yang membantu pengadilan dengan pandangan akademis atau teknis.

  • Perlindungan untuk Korban atau Pelapor: Dalam kasus pelanggaran serius seperti genosida atau pelanggaran HAM berat, advokat dapat mewakili kelompok korban dalam forum internasional atau mendorong pembentukan mekanisme kompensasi.

6. Kesimpulan dan Hambatan Penegakan Hukum

Secara prinsip, suatu negara hanya terikat pada perjanjian internasional apabila menyatakan persetujuannya untuk terikat. Namun pengecualian berlaku jika isi perjanjian tersebut mencerminkan hukum kebiasaan internasional atau norma jus cogens. Dalam hal ini, keterikatan bersifat universal dan tidak bisa dielakkan.

Beberapa hambatan dalam penegakan hukum atas keterikatan ini antara lain:

  • Masalah Yurisdiksi: Tidak semua negara mengakui yurisdiksi Mahkamah Internasional.

  • Kedaulatan Nasional: Beberapa negara menolak ikut serta dalam perjanjian atau forum internasional demi mempertahankan kedaulatannya.

  • Kurangnya Penegakan: Tidak ada mekanisme paksa yang kuat untuk memastikan negara menjalankan putusan ICJ tanpa campur tangan politik Dewan Keamanan.

  • Perbedaan Interpretasi Hukum: Penafsiran terhadap norma jus cogens atau kebiasaan internasional bisa menimbulkan perdebatan yang mempengaruhi hasil akhir peradilan.

Oleh karena itu, dalam menangani kasus keterikatan negara terhadap perjanjian internasional, pemahaman mendalam terhadap hukum internasional, sejarah penerapan norma, serta strategi litigasi internasional sangat diperlukan. Pendekatan advokat harus menyeluruh dan bersandar pada preseden hukum serta prinsip universal hukum publik internasional.

Artikel ini telah ditinjau oleh :
Advokat & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR Law Office)

KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM