Berikut adalah kajian lengkap dan mendalam mengenai Persamaan dan Perbedaan Pasal Pemerkosaan dalam KUHP Baru dan KUHP Lama, disusun secara sistematis untuk memudahkan pemahaman sebagai referensi hukum:
1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci tentang Tindak Pidana Pemerkosaan
Pemerkosaan adalah bentuk kekerasan seksual yang paling berat, dilakukan dengan cara memaksa seseorang melakukan hubungan seksual tanpa persetujuannya. Tindak pidana ini tidak hanya menyangkut pelanggaran terhadap hak atas tubuh dan martabat korban, tetapi juga bisa meninggalkan trauma psikologis mendalam. Secara umum, unsur utama pemerkosaan meliputi:
-
Adanya persetubuhan (penetrasi alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan)
-
Tanpa persetujuan atau dengan paksaan/kekerasan
-
Dilakukan oleh orang lain (bukan pasangan yang sah atau dengan dasar persetujuan yang sah)
-
Korban dalam posisi tidak mampu memberikan persetujuan (misalnya dalam keadaan tidak sadar, tertekan, atau di bawah umur)
Perkembangan hukum di Indonesia melalui KUHP Baru mulai memperluas pengertian dan cakupan pemerkosaan, tidak hanya terbatas pada penetrasi penis ke vagina seperti yang diatur dalam KUHP Lama, tetapi juga mencakup kekerasan seksual dalam bentuk penetrasi non-konsensual lain dan tidak terbatas pada korban perempuan.
2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur: Persamaan dan Perbedaan KUHP Baru dan KUHP Lama
KUHP Lama (Wetboek van Strafrecht)
Pasal 285 KUHP Lama:
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengannya, diancam karena perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
Penjelasan Pasal 285 KUHP Lama:
-
Hanya mengakui korban perempuan.
-
Pelaku harus memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
-
Fokus hanya pada persetubuhan dalam arti sempit (penetrasi penis ke vagina).
-
Tidak mencakup korban laki-laki atau bentuk kekerasan seksual lainnya seperti sodomi, penetrasi dengan benda, dan lain-lain.
KUHP Baru (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023)
KUHP Baru mengatur tindak pidana pemerkosaan dalam beberapa pasal, yang paling relevan di antaranya:
Pasal 408 KUHP Baru:
“Setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan persetubuhan atau tindakan cabul, dipidana karena pemerkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”
Pasal 409 KUHP Baru:
“Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 408 dilakukan oleh:
a. dua orang atau lebih secara bersama-sama;
b. terhadap anak;
c. terhadap orang yang tidak berdaya;
d. terhadap istri atau suami;
e. menyebabkan korban luka berat, gangguan jiwa, atau meninggal dunia;
f. mengakibatkan korban hamil,
pidana dapat ditingkatkan menjadi paling lama 15 tahun atau 20 tahun.”
Penjelasan KUHP Baru:
-
Tidak membatasi korban hanya pada perempuan.
-
Korban bisa laki-laki, anak-anak, penyandang disabilitas, bahkan pasangan suami istri.
-
Menyertakan tindakan cabul (tidak hanya hubungan seksual penetratif) dalam cakupan pemerkosaan.
-
Memuat unsur persetujuan dan kerelaan sebagai pusat perhatian.
-
Menekankan pada perlindungan korban yang lebih luas dan berorientasi pada pemulihan korban.
Persamaan:
-
Sama-sama mengakui pemaksaan seksual dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
-
Sama-sama menetapkan ancaman pidana maksimal 12 tahun (dalam bentuk dasar).
Perbedaan Utama:
-
KUHP Baru lebih inklusif dan responsif terhadap perkembangan perlindungan hak asasi manusia.
-
KUHP Baru mencakup korban dan pelaku dalam relasi yang lebih luas (termasuk suami-istri).
-
KUHP Baru lebih banyak mengakomodasi prinsip-prinsip hukum pidana modern dan perspektif gender.
3. Contoh Kasus Pemerkosaan dan Perbandingan Penanganan dalam KUHP Lama dan Baru
Contoh Kasus 1:
Seorang perempuan berusia 22 tahun diperkosa oleh dua orang laki-laki saat dalam perjalanan pulang dari tempat kerja. Kedua pelaku menyerang korban dengan kekerasan fisik, lalu melakukan persetubuhan secara bergantian.
KUHP Lama:
-
Akan dikenakan Pasal 285, dengan kemungkinan pemberatan melalui Pasal 289 jika ada kekerasan berat.
-
Hanya unsur “perempuan yang bukan istri” yang diakui sebagai korban sah.
KUHP Baru:
-
Dikenakan Pasal 408 dan pemberatan Pasal 409 huruf a dan e.
-
Pelaku dapat dihukum hingga 15–20 tahun karena dilakukan beramai-ramai dan menyebabkan luka berat.
Contoh Kasus 2:
Seorang suami memaksa istrinya untuk melakukan hubungan seksual dengan kekerasan fisik setiap malam, dan istri mengalami trauma dan luka dalam.
KUHP Lama:
-
Tidak dapat diproses sebagai pemerkosaan karena hubungan suami-istri tidak diakui sebagai objek pasal 285.
KUHP Baru:
-
Bisa dijerat Pasal 409 huruf d.
-
KUHP Baru mengakui pemaksaan seksual dalam perkawinan sebagai bentuk pemerkosaan.
Contoh Kasus 3:
Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun diperkosa oleh seorang tetangga laki-laki dewasa melalui sodomi.
KUHP Lama:
-
Tidak dapat dijerat dengan Pasal 285, karena korban bukan perempuan dan tidak terjadi “persetubuhan” dalam arti pasal tersebut.
-
Hanya dapat dijerat dengan Pasal 292 (perbuatan cabul sesama jenis terhadap anak), ancaman pidana lebih ringan.
KUHP Baru:
-
Dapat dikenakan Pasal 408 jo. Pasal 409 huruf b dan c.
-
Pelaku dapat dipidana hingga 15–20 tahun karena korbannya adalah anak dan tidak berdaya.
4. Kesimpulan dan Hambatan dalam Proses Peradilan serta Pendampingan Hukum
Kesimpulan:
KUHP Baru memberikan pendekatan yang jauh lebih progresif dan inklusif terhadap tindak pidana pemerkosaan. Definisi pemerkosaan dalam KUHP Baru mencerminkan prinsip perlindungan menyeluruh terhadap hak tubuh dan martabat manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, status pernikahan, atau kondisi korban. Pendekatan ini lebih sesuai dengan prinsip hukum pidana modern, termasuk perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dalam rumah tangga, korban laki-laki, dan anak-anak.
Hambatan yang Mungkin Dihadapi:
-
Ketidaktahuan Penegak Hukum: Belum semua aparat penegak hukum (penyidik, jaksa, hakim) memahami dan menerapkan KUHP Baru secara utuh, terutama terkait perluasan definisi pemerkosaan.
-
Stigma Sosial terhadap Korban: Korban seringkali enggan melapor karena tekanan sosial, rasa malu, atau takut terhadap proses hukum yang panjang.
-
Ketiadaan Bukti Langsung: Dalam banyak kasus pemerkosaan, sulit ditemukan bukti langsung kecuali keterangan korban dan visum, sehingga pembuktian menjadi tantangan besar.
-
Kurangnya Layanan Pendampingan dan Psikologis: Banyak korban tidak mendapat pendampingan psikologis atau hukum sejak awal, sehingga berpengaruh pada kekuatan kesaksian.
-
Relasi Kuasa dan Intimidasi: Banyak pelaku berada dalam posisi kuasa terhadap korban (guru, atasan, orang tua, pejabat), sehingga korban sulit memperoleh keadilan tanpa bantuan serius dari advokat.
-
Asas Legalitas dan Peralihan Hukum: Perkara yang terjadi sebelum KUHP Baru berlaku (2023) masih akan diproses dengan KUHP Lama, sehingga penting bagi advokat untuk memahami prinsip transisi hukum dan asas non-retroaktif dalam hukum pidana.
Untuk advokat/pengacara, penting memastikan korban tidak hanya terlindungi secara hukum tetapi juga secara psikologis dan sosial, termasuk memfasilitasi pelaporan, pendampingan di setiap tahap peradilan, dan membangun narasi hukum yang kuat berdasarkan KUHP Baru.
- Perbedaan Pasal Pembunuhan KUHP Baru dan KUHP Lama
- Perbedaan Pasal Penganiayaan KUHP Baru dan KUHP Lama
- Perbedaan Pasal Pencurian KUHP Baru dan KUHP Lama
- Perbedaan Pasal Penipuan KUHP Baru dan KUHP Lama
Advokat & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|