View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Hukum Pidana , Konsultasi Hukum , Penipuan Online , Tindak Pidana Penipuan » Kalau tertipu belanja online, bisa lapor ke mana?

Kalau tertipu belanja online, bisa lapor ke mana?

Kalau Tertipu Belanja Online, Bisa Lapor ke Mana?

1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci tentang Tindak Pidana Tersebut

Penipuan dalam belanja online termasuk dalam kategori tindak pidana penipuan, di mana seseorang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan tipu daya atau kebohongan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau merugikan pihak lain. Dalam praktiknya, penipuan online bisa berbentuk penawaran barang fiktif, barang tidak sesuai dengan iklan, hingga modus phising atau pengambilalihan akun dan informasi pembayaran secara ilegal.

Tindakan ini sering terjadi melalui e-commerce, media sosial, aplikasi pesan, bahkan situs web palsu. Korban biasanya tergiur dengan harga murah atau promosi yang menggiurkan, lalu mentransfer uang, namun barang tak pernah dikirim atau tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Meskipun transaksi terjadi secara daring, unsur pidana tetap berlaku, karena terdapat niat jahat, perbuatan curang, serta adanya kerugian bagi korban.

2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur dalam KUHP (UU No.1 Tahun 2023) dan Tindak Pidana Khusus

Dalam KUHP terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana penipuan diatur secara eksplisit dalam:

Pasal 517 KUHP 2023
Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Pasal ini menegaskan bahwa unsur utama penipuan meliputi:

  • Niat jahat untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain secara melawan hukum

  • Menggunakan kebohongan atau tipu muslihat

  • Menyebabkan orang lain menyerahkan barang atau harta

Selain itu, penipuan yang dilakukan melalui sarana elektronik atau media digital juga diatur dalam:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), diubah menjadi UU No. 19 Tahun 2016, antara lain:

  • Pasal 28 ayat (1)
    Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”

  • Pasal 45A ayat (1)
    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”

Dengan demikian, penipuan online dapat dikenakan pidana umum (KUHP 2023) dan pidana khusus (UU ITE).

3. Contoh Kasus dan Penjelasannya Berdasarkan KUHP (UU No.1 Tahun 2023)

Contoh kasus yang pernah ditangani:

Seorang wanita di Bandung membeli tas branded melalui akun Instagram dengan harga Rp2.000.000. Setelah mentransfer uang, akun penjual langsung menghilang, nomor tidak bisa dihubungi, dan barang tidak dikirim. Korban melaporkan kasus ini ke polisi, membawa bukti transfer, chat Instagram, serta tangkapan layar profil akun penjual.

Setelah diselidiki, polisi melacak nomor rekening dan IP address dari pelaku. Ternyata, pelaku sudah berulang kali melakukan modus serupa dengan identitas dan akun palsu.

Pelaku dikenakan:

  • Pasal 517 KUHP (UU No.1 Tahun 2023) karena melakukan penipuan dengan rangkaian kebohongan

  • Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45A UU ITE karena menyebarkan informasi bohong yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik

Dalam persidangan, pelaku dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana penjara 2 tahun dan denda Rp50.000.000.

4. Proses Peradilan Terkait Tindak Pidana Tersebut

a) Penyelidikan
Dimulai setelah laporan polisi dibuat oleh korban. Polisi mengumpulkan data awal dan bukti permulaan, seperti bukti chat, bukti transfer, profil akun media sosial, dan tangkapan layar percakapan. Bila ditemukan unsur tindak pidana, maka kasus naik ke penyidikan.

b) Penyidikan
Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan saksi (termasuk korban), ahli IT (jika diperlukan), serta upaya pelacakan pelaku melalui IP address, nomor rekening, atau nomor ponsel. Jika identitas pelaku ditemukan dan bukti cukup, maka pelaku ditetapkan sebagai tersangka.

c) Penahanan dan Pelimpahan
Tersangka bisa ditahan jika memenuhi syarat subjektif dan objektif penahanan. Selanjutnya, berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan untuk diteliti (tahap I). Jika lengkap, dilanjutkan tahap II (pelimpahan tersangka dan barang bukti).

d) Persidangan di Pengadilan Negeri
Jaksa menyusun surat dakwaan dan membuktikan perbuatan pidana di pengadilan. Korban bisa hadir sebagai saksi. Setelah pembuktian selesai, hakim akan menjatuhkan putusan. Putusan bisa berupa pidana penjara, denda, atau perintah ganti rugi.

e) Upaya Hukum Lanjutan (Banding, Kasasi, PK)
Jika salah satu pihak tidak puas, bisa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Jika masih tidak puas, bisa lanjut kasasi ke Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali (PK) bisa diajukan jika ditemukan novum (bukti baru) atau kekeliruan hakim dalam putusan.

5. Perlindungan Hukum atau Upaya Hukum oleh Pengacara/Kuasa Hukum

Pengacara atau advokat dapat mendampingi korban sejak tahap pelaporan ke kepolisian, mempersiapkan dokumen, dan memberi nasihat hukum agar proses berjalan optimal. Dalam kasus perdata, pengacara juga bisa mengajukan gugatan ganti rugi atas kerugian materiil yang ditanggung korban.

Selain itu, pengacara dapat:

  • Mengajukan pemblokiran rekening pelaku ke OJK dan PPATK

  • Mengawal proses agar aparat tidak mengabaikan kasus korban

  • Menuntut keadilan dalam bentuk restitusi atau kompensasi

  • Membantu advokasi ke lembaga konsumen, Kemenkominfo, atau LBH

Jika korban berasal dari kalangan tidak mampu, bantuan hukum bisa diajukan melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang terakreditasi.

6. Kesimpulan dan Permasalahan yang Mungkin Menjadi Hambatan

Tertipu belanja online adalah bentuk nyata dari tindak pidana penipuan yang kini berkembang seiring kemajuan teknologi. Meski secara hukum sudah diakomodasi dalam KUHP 2023 dan UU ITE, penerapannya di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan.

Beberapa hambatan yang sering muncul:

  • Pelaku menggunakan identitas palsu dan sulit dilacak

  • Korban tidak segera melapor atau merasa malu

  • Kurangnya kapasitas digital aparat penegak hukum di beberapa daerah

  • Proses penyidikan yang lambat dan rumit

  • Tidak semua kasus bisa langsung ditindak karena nilai kerugian kecil

Maka, masyarakat harus lebih waspada dalam bertransaksi online dan segera melapor jika menjadi korban. Laporan dapat diajukan ke Polsek atau Polres terdekat, melalui layanan pengaduan siber (patrolisiber.id), atau Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Pendampingan dari pengacara juga disarankan agar hak korban tidak terabaikan.

Artikel Terkait Penipuan :

Konsultasi Hukum :
Advokat/ Pengacara & Konsultan Hukum

Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Rekan)

KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM