View All KONSULTASI HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 30 April 2025, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan (UPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara serta Memperbaharui seluruh artikel lama dengan aturan Perundang-undangan terbaru.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Konsultasi Hukum , Penipuan Online , Tindak Pidana Penipuan » Apakah chat dan bukti transfer cukup untuk menangkap pelaku penipuan?

Apakah chat dan bukti transfer cukup untuk menangkap pelaku penipuan?

Apakah Chat dan Bukti Transfer Cukup untuk Menangkap Pelaku Penipuan? (Kajian Hukum Mendalam)

1. Penjelasan Lengkap dan Terperinci tentang Tindak Pidana Penipuan Online berdasarkan Chat dan Bukti Transfer

Tindak pidana penipuan online adalah perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, yang dilakukan dengan menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau nama palsu, sehingga menyebabkan orang lain menyerahkan barang atau melakukan pembayaran. Dalam konteks modern, termasuk di dalamnya penipuan berbasis teknologi seperti chat (WhatsApp, Telegram, DM Instagram, dll.) dan transaksi elektronik seperti bukti transfer.

Chat dan bukti transfer sering menjadi bukti awal untuk membuktikan adanya komunikasi yang mengandung niat menipu dan terjadinya kerugian finansial pada korban. Penipuan ini kerap terjadi dalam jual beli online, investasi bodong, penawaran pekerjaan palsu, atau pengelabuan melalui media sosial.

Namun dalam konteks hukum pidana, untuk bisa menjerat pelaku, kedua alat bukti tersebut perlu dikaji lebih lanjut apakah memiliki nilai sebagai alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana. Tidak cukup hanya memperlihatkan chat dan transfer, namun harus dikaitkan dengan unsur-unsur delik penipuan, yaitu:

  • Adanya unsur perbuatan menipu (tipu muslihat, kebohongan, atau nama palsu),

  • Adanya akibat kerugian dari pihak korban,

  • Adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian.

2. Dasar Hukum atau Isi Pasal yang Mengatur serta Penjelasan Lengkap Terkait Pasal Tersebut dalam KUHP (UU No.1 Tahun 2023) dan Tindak Pidana Khusus

Dasar hukum utama yang mengatur tentang penipuan dalam KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023) adalah:

  • Pasal 517 KUHP (UU No. 1 Tahun 2023)
    Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu barang, memberikan hutang, atau menghapuskan piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.”

Penjelasan:
Pasal ini menjelaskan bahwa penipuan dapat terjadi dalam bentuk rangkaian kebohongan termasuk komunikasi dalam bentuk digital seperti chat, apabila terbukti bahwa pelaku menyusun skenario penipuan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari korban.

Jika penipuan dilakukan melalui sistem elektronik (online), maka dapat dikenakan juga UU ITE:

  • Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
    Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”

Sanksinya: Pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Dengan demikian, jika pelaku menggunakan chat untuk melakukan kebohongan yang berujung pada kerugian korban melalui transaksi transfer, maka dapat dikenai dua lapis hukum: KUHP Baru dan UU ITE.

3. Contoh Kasus Beserta Penjelasannya Secara Lengkap dan Detail Berdasarkan KUHP (UU No.1 Tahun 2023)

Contoh Kasus:

Seorang pelaku menghubungi korban melalui WhatsApp dan menawarkan produk elektronik dengan harga murah, meyakinkan korban bahwa produk asli dan akan dikirim setelah pembayaran. Pelaku mengirim foto produk dan bukti pengiriman fiktif. Korban mentransfer uang Rp5 juta ke rekening pelaku. Setelah uang ditransfer, pelaku memblokir nomor korban.

Korban melapor ke polisi, membawa:

  • Chat WhatsApp yang berisi percakapan dan penawaran,

  • Bukti transfer bank,

  • Bukti rekening tujuan (nama bank, nama pemilik),

  • Screenshot akun media sosial pelaku.

Berdasarkan kasus tersebut, unsur pasal 517 KUHP dan pasal 28 UU ITE terpenuhi:

  • Ada unsur tipu muslihat (janji bohong jual beli elektronik),

  • Ada akibat kerugian Rp5 juta,

  • Ada media elektronik yang digunakan (chat dan transfer).

Pelaku bisa dikenai sanksi pidana 4 tahun dari KUHP atau 6 tahun dari UU ITE.

4. Proses Peradilan Tindak Pidana Penipuan Berbasis Chat dan Bukti Transfer

  • Penyelidikan:
    Polisi menerima laporan dari korban dan mengumpulkan informasi awal (chat, bukti transfer). Polisi melakukan identifikasi akun dan nomor rekening tujuan transfer. Jika rekening atas nama pelaku, akan menjadi petunjuk awal.

  • Penyidikan:
    Polisi menetapkan adanya dugaan tindak pidana. Penyidik akan memanggil saksi korban dan meminta keterangan. Polisi dapat meminta bantuan kepada bank untuk mendapatkan informasi pemilik rekening, serta meminta penyedia platform (WhatsApp, operator seluler) melakukan pelacakan IP dan nomor.

    Jika bukti cukup (chat + bukti transfer + identitas pelaku), penyidik dapat menerbitkan Surat Perintah Penangkapan. Dalam kasus tertentu, polisi juga dapat menetapkan tersangka meski pelaku berada di luar daerah, melalui koordinasi lintas wilayah.

  • Penuntutan:
    Berkas dilimpahkan ke Kejaksaan jika penyidikan lengkap (P-21). Jaksa menyusun dakwaan berdasarkan pasal 517 KUHP dan/atau pasal 28 UU ITE.

  • Persidangan:
    Terdakwa diadili di pengadilan negeri. Bukti elektronik seperti chat harus diajukan dalam bentuk print out yang dilegalisasi dan diajukan sebagai bukti surat (Pasal 184 KUHAP). Hakim akan mendengar saksi korban, menyidik hubungan antara chat dan kerugian.

    Chat dan transfer bisa cukup sebagai alat bukti jika:

    • Didukung oleh satu alat bukti lain (misalnya, saksi, keterangan ahli IT, atau bukti rekening pelaku),

    • Tidak ada keraguan bahwa pelaku yang dimaksud adalah orang yang sama dengan pemilik rekening/akun.

  • Upaya Hukum (Banding, Kasasi, PK):
    Jika putusan tidak sesuai harapan, dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi, kasasi ke Mahkamah Agung, atau Peninjauan Kembali jika ditemukan bukti baru (novum).

5. Perlindungan Hukum atau Upaya Hukum dari Pengacara - Kuasa Hukum atau Advokat

Bagi korban:

  • Advokat akan membantu menyusun laporan polisi secara sistematis agar unsur pidana terpenuhi.

  • Membantu melengkapi bukti elektronik dengan legalisasi, memperkuat posisi hukum korban di mata penyidik.

  • Memberikan pendampingan saat pemeriksaan di kepolisian dan pengadilan.

Bagi tersangka:

  • Advokat berhak mendampingi tersangka sejak awal penyidikan, memastikan hak-haknya tidak dilanggar.

  • Jika bukti dianggap lemah (chat tidak mengarah langsung, tidak ada transfer ke rekening pribadi pelaku), pengacara dapat mengajukan eksepsi, pledoi, atau praperadilan.

Dalam hal penipuan daring, advokat juga dapat mengajukan laporan tambahan ke OJK atau PPATK jika aliran dana mencurigakan.

6. Kesimpulan dan Hambatan dalam Proses Peradilan

Kesimpulan:
Chat dan bukti transfer bisa cukup kuat untuk menangkap pelaku penipuan online, asalkan memenuhi unsur delik pidana dan didukung alat bukti lainnya. Dalam praktik, penyidik dan jaksa perlu mengkaji hubungan antara perbuatan pelaku (chat), niat menipu, dan kerugian riil yang terjadi. KUHP Baru dan UU ITE memberikan landasan hukum yang tegas dalam menindak kejahatan digital semacam ini.

Hambatan yang mungkin terjadi:

  • Pelaku menggunakan akun palsu atau rekening pihak ketiga (rekening penampung).

  • Bukti chat tidak lengkap, atau tidak dilegalisasi.

  • Penolakan dari penyedia layanan (WhatsApp, bank) untuk membuka data tanpa putusan pengadilan.

  • Penundaan proses hukum karena alat bukti dianggap belum memenuhi unsur minimal dua alat bukti sah menurut KUHAP.

Maka, penting bagi korban dan kuasa hukum untuk menyusun bukti secara lengkap, termasuk:

  • Capture chat utuh dari awal sampai akhir,

  • Bukti transfer dan rekening tujuan,

  • Laporan ke bank dan permintaan pemblokiran rekening,

  • Pelaporan ke OJK/PPATK jika terkait investasi atau transaksi besar.

Perkara semacam ini sangat ditentukan oleh kecermatan dalam pembuktian dan kelengkapan administrasi hukum. Pendampingan hukum sejak awal menjadi faktor penting untuk memastikan pelaku bisa ditindak secara sah dan adil.

Artikel Terkait Penipuan :

Artikel ini ditulis oleh :
Advokat/ Pengacara & Konsultan Hukum
Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Rekan)
KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan dengan pengawasan Advokat/Pengacara & Konsultan Hukum Andi Akbar Muzfa, SH & Partners (ABR & Partners)... Save Link - Andi AM