View All MAKALAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 18 Oktober 2017, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Pencurian , Tindak Pidana Pencurian » Macam-Macam Tindak Pidana Pencurian Dan Pembuktiannya

Macam-Macam Tindak Pidana Pencurian Dan Pembuktiannya

Macam-macam Tindak Pidana Pencurian
Penyusun Undang-Undang mengelompokkan tindak pidana pencurian ke dalam klasifikasi kejahatan terhadap harta kekayaan yang terdapat pada buku ke-2 KUHP yang diatur mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. Delik pencurian terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu :

Pencurian biasa
Istilah “pencurian biasa” digunakan oleh beberapa pakar hukum pidana untuk menunjuk pengertian “pencurian dalam arti pokok”. Pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP yang rumusannya sebagai berikut : “Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.

Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP, maka unsur-unsur pencurian biasa adalah :
  1. Mengambil
  2. Suatu barang
  3. Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain
  4. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
Pencurian ringan
Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian yang didalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan) ancaman pidananya menjadi diperingan. Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHP yang menentukan :

“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP, maka unsur-unsur pencurian ringan adalah:
  1. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362)
  2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; atau
  3. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan masuk ke dalam tempat kejahatan atatu untuk mencapai benda yang hendak diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran, pengrusakan, pemanjatan atau telah memakai kunci palsu, perintah palsu atau jabatan palsu. Dengan syarat :
    1. Tidak dilakukan didalam sebuah tempat kediaman/rumah.
    2. Nilai dari benda yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah.
Pencurian dalam keluarga
Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga, misalnya yang terjadi, apabila seorang suami atau istri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda istri atau suaminya.


MATERI TAMBAHAN
Tindak Pidana Pencurian

Update by : Febrianti Lesmana SH

Bisakah Mempidanakan Pencuri Jika Barang Curian Sudah Tidak Ada?
Sering terjadi di masyarakat masalah pencurian kelas kecil oleh preman kampung, misalnya mencuri ayam, mencuri buah-buahan, dan lain-lain. Sementara barang buktinya sudah tidak ada lagi karena sudah dijual atau dimakan, yang ada hanya saksi dan pengakuan dari pelaku. Pertanyaan yang muncul adalah, pasal berapa di KUHP agar pelaku tersebut bisa dipidana?

Pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku pencurian tersebut bermacam-macam bergantung dari apa yang dicuri, berapa harga barang yang dicuri, serta cara yang dilakukan untuk melakukan pencurian. Kemudian mengenai barang bukti yang sudah tidak ada, yang ada hanya saksi dan pengakuan dari terdakwa, perlu diketahui bahwa keterangan saksi dan keterangan terdakwa adalah alat bukti.

Untuk dapat membuktikan pelaku bersalah atau tidak, dibutuhkan keyakinan hakim yang didasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah bahwa terdakwa memang bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Dengan kata lain, pelaku pencurian itu dapat dipidana berdasarkan keterangan saksi dan pengakuan pelaku tersebut.

Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana
Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Flora Dianti, S.H., M.H. dari DPC AAI Jakarta Pusat dalam artikel yang berjudul Apa Perbedaan Alat Bukti dengan Barang Bukti?, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu:
  1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
  2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  3. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
  4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
  5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan,
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).

Berdasarkan keterangan Anda, dalam pencurian tersebut barang bukti sudah hilang, yang ada hanyalah saksi dan pengakuan dari pelaku. Saksi dan pengakuan dari pelaku merupakan alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:

Alat bukti yang sah ialah:
  1. keterangan saksi;
  2. keterangan ahli;
  3. surat;
  4. petunjuk;
  5. keterangan terdakwa.
Untuk dapat membuktikan pelaku bersalah atau tidak, dibutuhkan keyakinan hakim yang didasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah bahwa terdakwa memang bersalah melakukan tindak pidana tersebut sebagaimana disebut dalam Pasal 183 KUHAP:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Dikaitkan dengan kasus yang Anda tanyakan, ini berarti yang dibutuhkan adalah dua alat bukti yang sah (diantaranya keterangan saksi dan terdakwa) yang memberikan keyakinan kepada hakim bahwa memang telah terjadi pencurian tersebut.

Jika masih kurang jelas silahkan baca artikel terkait dibawah ini :
Dihimpun dari berbagai sumber dan literatur terpercaya.
Shared Post by : Yulianti Iskandar SH
Editing by : Arnita Putri (Mahasiswi)
Admin : Ratna Nasir SH

Artikel ini telah mendapat persetujuan terbit/publish dari Pembina Blog Senior Kampus,
Andi Akbar Muzfa SH (Advokat)
KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan. Kami hanyalah sekumpulan kecil dari kalangan akademisi yang senang berbagi pengetahuan melalui Blogging... Save Link - Andi AM