Tak ada satupun pengendara yang berkendara dijalanan ingin kecelakaan,, ini ungkapan menarik dari teman saya saat beradu mulut dengan bapak-bapak paruh baya yang nyaris kabur saat melindas motor ibu-ibu muda yang terkapar bersama anaknya dibahu jalan.
Mungkin saat ini beberapa diantara kita sedang tersandung masalah yang serupa seperti yang dialami ibu-ibu pengendara motor diatas. Nah... mari kita bahas bersama seperti apa aturan/hukum yang mengatur tentang "Kecelakaan Lalulintas hingga Tabrak Lari".
Pertanyaan yang sering muncul adalah, Jika terjadi kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal, tetapi pihak keluarga korban telah membuat surat kesepakatan tidak akan menuntut baik perdata/pidana, apakah pihak polisi masih berhak melakukan tindakan penyidikan? Apakah kasus ini akan ditindak lanjut ke tingkat pengadilan?
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia termasuk kecelakaan lalu lintas berat (Pasal 229 ayat [4] UU LLAJ). Bagi pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas memiliki kewajiban (Pasal 231 ayat [1] UU LLAJ):
- menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
- memberikan pertolongan kepada korban;
- melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
- memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
- adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
- disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/ atau
- disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan
“Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.”
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa walaupun pengemudi telah bertanggung jawab atas kematian korban, tuntutan pidana terhadap dirinya tidak menjadi hilang. Oleh karena itu, kepolisian tetap melakukan penyidikan sesuai hukum acara pidana sesuai peraturan perundang-undangan (Pasal 230 UU LLAJ). Jadi, dalam kasus yang Anda ceritakan, pihak kepolisian tetap akan melakukan penyidikan meskipun ada kesepakatan bahwa keluarga korban tidak akan menuntut secara pidana.
Ancaman sanksi pidana untuk pengemudi kendaraan bermotor penyebab kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000 (Pasal 310 ayat [4] UU LLAJ).
Ternyata sanksi untuk pengemudi tabrak lari tidak kalah beratnya dengan sanksi untuk kecelakaan lalu lintas itu sendiri. Walaupun kewajiban untuk memberi bantuan biaya diatur dalam UU LLAJ, tetapi hal tersebut tidak disertai dengan ancaman sanksi jika tidak dilakukan. Akan tetapi, hakim bisa saja menetapkan terdakwa untuk memberi bantuan biaya kepada korban seperti dalam Putusan MA No. 1212 K/Pid/2011.
Posted by
Admin - Yuliana
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|