View All MAKALAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 18 Oktober 2017, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Omnibus Law , Perjanjian Kerja , UU Cipta Kerja » Pasal Tentang Pemutusan Hubungan Kerja - UU Cipta Kerja Omnibus Law

Pasal Tentang Pemutusan Hubungan Kerja - UU Cipta Kerja Omnibus Law

Pasal Pemutusan Hubungan Kerja UU Cipta Kerja Omnibus Law

Pasal 151

  1. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
  2. Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari maka maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
  3. Dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak pemutusan hubungan kerja maka penyelesaian pemutusan hubungan kerja wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
  4. Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 151A

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat tidak perlu dilakukan oleh Pengusaha dalam hal:

  • a. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
  • b. pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja waktu tertentu;
  • c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;atau
  • d. pekerja/buruh meninggal dunia.

Ketentuan Pasal 152 dihapus.

Pasal 153

  1. Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:
    a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
    b. berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    c. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
    d. menikah;
    e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
    f. mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan;
    g. mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
    h. mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
    i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
    j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

  2. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Ketentuan Pasal 154 dihapus.

Pasal 154A

  1. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan:
    a. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan;
    b. perusahaan melakukan efisiensi;
    c. perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian;
    d. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur).
    e. perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
    f. perusahaan pailit;
    g. perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh;
    h. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
    i. pekerja/buruh mangkir;
    j. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
    k. pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib;
    l. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
    m. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
    n. pekerja/buruh meninggal dunia.

  2. Selain alasan pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan alasan pemutusan hubungan kerja lainnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemutusan hubungan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya...
Pasal Tentang Uang Pesangon UU Cipta Kerja Omnibus Law...

Dikutip dari situs resmi dpr.go.id (akses publik)

Admin : Ariani Nurmala, SH
Editor : Syamsiah, SS
Law Office : ABR & Partners (Makassar)

KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan. Kami hanyalah sekumpulan kecil dari kalangan akademisi yang senang berbagi pengetahuan melalui Blogging... Save Link - Andi AM