View All MAKALAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 18 Oktober 2017, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Hukum Ketenagakerjaan , Info Hukum Terbaru , Omnibus Law , Perjanjian Kerja , UU Cipta Kerja » Pasal Hak Buruh/Kompensasi Dan Kewajiban Pengusaha - UU Cipta Kerja

Pasal Hak Buruh/Kompensasi Dan Kewajiban Pengusaha - UU Cipta Kerja

Pasal Hak Buruh, Upah, Kompensasi Dan Kewajiban Pengusaha 

Pasal 61A

  1. Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.
  2. Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan Pasal 64 dihapus.
Ketentuan Pasal 65 dihapus.

Pasal 66

  1. Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
  2. Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
  3. Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
  4. Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
  5. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 77

  1. Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
  2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
    b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
  3. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
  4. Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 78

  1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat harus memenuhi syarat:
    a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
    b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
  2. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
  3. Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 79

  1. Pengusaha wajib memberi:
    a. waktu istirahat; dan
    b. cuti.
  2. Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
    a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
    b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
  3. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
  4. Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  5. Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 88

  1. Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  2. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  3. Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    a. upah minimum;
    b. struktur dan skala upah;
    c. upah kerja lembur;
    d. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
    e. bentuk dan cara pembayaran upah;
    f. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan
    g. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 88A

  1. Hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja.
  2. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
  3. Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan.
  4. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
  5. Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum dan pengaturan pengupahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 88B

  1. Upah ditetapkan berdasarkan:
    a. satuan waktu; dan/atau
    b. satuan hasil.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 88C

  1. Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.
  2. Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
  3. Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
  4. Syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan.
  5. Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi.
  6. Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 88D

  1. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum.
  2. Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 88E

  1. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan.
  2. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Ketentuan Pasal 89 dihapus.
Ketentuan Pasal 90 dihapus.

Pasal 90A

Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan.

Pasal 90B

  1. Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
  2. Upah pada Usaha Mikro dan Kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan.
  3. Kesepakatan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya sebesar persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat berdasarkan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai upah bagi Usaha Mikro dan Kecil diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan Pasal 91 dihapus.

Pasal 92

  1. Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
  2. Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 92A

Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

Pasal 94

Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap, besarnya upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Pasal 95

  1. Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
  2. Upah pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya sebelum pembayaran kepada semua kreditur.
  3. Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.

Ketentuan Pasal 96 dihapus.
Ketentuan Pasal 97 dihapus.

Pasal 98

  1. Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan.
  2. Dewan pengupahan terdiri atas unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, pakar dan akademisi.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja dewan pengupahan, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya...
Pasal Tentang Pemutusan Hubungan Kerja UU Cipta Kerja Omnibus Law...

Sumber resmi dpr.go.id (akses publik)

Admin : Andi Nurhikmah, SH
Editor : Sri Wahyuni, S.Sos
Advokat : ABR & Partners Lawoffice

KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan. Kami hanyalah sekumpulan kecil dari kalangan akademisi yang senang berbagi pengetahuan melalui Blogging... Save Link - Andi AM