View All MAKALAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

INFO BLOGGER!
Info Blogger - Mulai 18 Oktober 2017, Blog Senor Kampus akan fokus membahas tentang materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dominan membahas tentang Hukum Acara.
Save Link - Andi AM (Klik Disini)...

Home » Delik Aduan , Delik Tindak Pidana , Hukum Pidana , Info Hukum Terbaru » Kupas Tuntas Tentang Delik Aduan Dari Berbagai Perspektif

Kupas Tuntas Tentang Delik Aduan Dari Berbagai Perspektif

Delik Aduan dlm Hukum Pidana
Catatan Associate Lawfirm Bertua & Co
Andi Akbar Muzfa, SH

Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan. Delik aduan sifatnya pribadi/privat, yang memiliki syarat yaitu harus ada aduan dari pihak yang dirugikan. Selain itu, yang dimaksid dengan delik aduan/klach delict merupakan pembatasan inisiatif jaksa untuk melakukan penuntutan. 

Ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini tergantung persetujuan dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh undang-undang. Delik ini membicarakan mengenai kepentingan korban.

Dalam ilmu hukum pidana delik aduan ini ada dua macam, yaitu :
  • Delik Aduan absolute (absolute klacht delict)
  • Delik aduan relative (relatieve klacht delict)
I. Delik Aduan absolute (absolute klacht delict)
Merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dan yang diadukan sifatnya hanyalah perbuatannya saja atau kejahatannya saja. Dalam hal ini bahwa perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan itu dianggap satu kesatuan yang tetap bermuara pada kejahatan yang dilakukan.

Oleh karena itu delik aduan absolute ini mempunyai akibat hukum dalam masalah penuntutan tidak boleh dipisah-pisahkan/onsplitbaar.

Contoh : A dan B adalah suami istri. B berzinah dengan C dan D. Dan A hanya mengadukan B telah melakukan perbuatan perzinahan. Namun, karena tidak dapat dipisahkan/onsplitbaar maka tidak hanya B saja yang dianggap sebagai pelaku, tetapi setiap orang yang terlibat suatu perbuatan atau kejahatan yang bersangkutan yaitu C dan D secara otomatis (sesuai hasil penyelidikan) harus diadukan pula oleh A. 

Setidaknya delik perzinahan tidak dapat diajukan hanya terhadap dader/mededader saja, melainkan harus keduanya dan pihak lain yang terlibat.

Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk dalam Delik Aduan Absolut, sebagai berikut :
  • Pasal 284 KUHP, tentang perzinahan.
  • Pasal 287 KUHP, bersetubuh di luar perkawinan dengan seorang wanita berumur di bawah lima belas tahun atau belum waktunya untuk kawin.
  • Pasal 293-294 KUHP, tentang perbuatan cabul. 
  • Pasal 310-319 KUHP (kecuali pasal 316), tentang penghinaan.
  • Pasal 320-321 KUHP, penghinaan terhadap orang yang telah meninggal dunia.
  • Pasal 322-323 KUHP, perbuatan membuka rahasia.
  • Pasal 332 KUHP, melarikan wanita.
  • Pasal 335 ayat (1) butir 2, tentang pengancaman terhadap kebebasan individu.
  • Pasal 485 KUHP, tentang delik pers.

II. Delik aduan relative (relatieve klacht delict)
Yakni merupakan suatu delik yang awalnya adalah delik biasa, namun karena ada hubungan istimewa/keluarga yang dekat sekali antara si korban dan si pelaku atau si pembantu kejahatan itu, maka sifatnya berubah menjadi delik aduan atau hanya dapat dituntut jika diadukan oleh pihak korban.

Dalam delik ini, yang diadukan hanya orangnya saja sehingga yang dilakukan penuntutan sebatas orang yang diadukan saja meskipun dalam perkara tersebut terlibat beberapa orang lain. Dan agar orang lain itu dapat dituntut maka harus ada pengaduan kembali. Dari sini, maka delik aduan relative dapat dipisah-pisahkan/splitsbaar.

Contoh : A adalah orang tua. B adalah anaknya. Dan C adalah keponakannya. B dan C bekerjasama untuk mencuri uang di lemari A. Dalam perkara ini jika A hanya mengadukan C saja maka hanya C sajalah yang dituntut, sedangkan B tidak.

Dari kasus di atas bisa dilihat bahwa delik aduan relative ini seolah bisa memilh siapa yang ingin diadukan ke kepolisian. A karena orang tua dari B, maka ia tidak ingin anaknya yaitu B terkena hukuman pidana, dia hanya memilih C untuk diadukan, bisa karena dengan pertimbangan C bukanlah anaknya. 

Namun jka kita bandingkan dengan contoh kasus pada delik aduan absolute, dalam kasus perzinahan itu, walau si A hanya kesal dengan salah satu pelaku perzinahan itu, ia tidak bisa hanya mengadukan orang itu saja, karena bagaimanapun konsekuensinya, pihak lain yang terlibat juga dianggap sebagai pelaku.

Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk dalam Delik Aduan Relatif, sebagai berikut :
  • Pasal 367 ayat (2) KUHP, tentang pencurian dalam keluarga.
  • Pasal 370 KUHP, tentang pemerasan dan pengancaman dalam keluarga.
  • Pasal 376 KUHP, tentang penggelapan dalam keluarga
  • Pasal 394 KUHP, tentang penipuan dalam keluarga.
  • Pasal 411 KUHP, tentang perusakan barang dalam keluarga.
Ketentuan Dalam KUHP
Dalam KUHPidana, mengenai delik aduan ini diatur dalam pasal 72-75 KUHP. Dan hal-hal yang diatur dalam KUHP ini adalah, sebaga berikut :
  1. Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan terhadap pihak yang dirugikan/korban yang masih berumur di bawah enam belas tahun dan belum dewasa.
  2. Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan, apabila pihak yang dirugikan/korban telah meninggal.
  3. Penentuan waktu dalam mengajukan delik aduan.
  4. Bisa atau tidaknya pengaduan ditarik kembali.

RANGKUMAN
Materi Perkuliahan tentang Delik Aduan
FH UMI Makassar

Pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa.

Dalam delik biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.

Berbeda dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban).

Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi suatu perdamaian.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) (hal. 88) membagi delik aduan menjadi dua jenis yaitu:
  1. Delik aduan absolut, ialah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntutapabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan berikutnya, 332, 322, dan 369. Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi: “..saya minta agar peristiwa ini dituntut”. Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Contohnya, jika seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap perzinahan (Pasal 284) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak dapat menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta) jangan dilakukan penuntutan.
  2. Delik aduan relatif, ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam Pasal 367, lalu menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404, dan 411. Dalam hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang bersalah dalam peristiwa itu, jadi delik aduan inidapat dibelah. Misalnya, seorang bapa yang barang-barangnya dicuri (Pasal 362) oleh dua orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan pengaduan hanya seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B tidak dapat dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal ini harus bersembunyi: “,,saya minta supaya anak saya yang bernama A dituntut”.
Untuk delik aduan, pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia (lihat Pasal 74 ayat [1] KUHP). Dan orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan (lihat Pasal 75 KUHP).

Lebih lanjut Soesilo menjelaskan bahwa terhadap pengaduan yang telah dicabut, tidak dapat diajukan lagi. Khusus untuk kejahatan berzinah dalam Pasal 284, pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama peristiwa itu belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan. 

Dalam praktiknya sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim masih menanyakan kepada pengadu, apakah ia tetap pada pengaduannya itu. Bila tetap, barulah dimulai pemeriksaannya.

Pada intinya, terhadap pelaku delik aduan hanya bisa dilakukan proses hukum pidana atas persetujuan korbannya. Jika pengaduannya kemudian dicabut, selama dalam jangka waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan, maka proses hukum akan dihentikan. 

Namun, setelah melewati tiga bulan dan pengaduan itu tidak dicabut atau hendak dicabut setelah melewati waktu tiga bulan, proses hukum akan dilanjutkan. Kecuali untuk kejahatan berzinah (lihat Pasal 284 KUHP), pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama peristiwa itu belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan.

CATATAN SEMINAR HUKUM
Catatan Seminar Hukum tentang Delik Aduan..
Andi Akbar Muzfa, SH (Advokat)

1. Penyidikan Terhadap Delik Aduan
Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut, bila ada pengaduan. Penuntutan menurut pengertian KUHAP adalah merupakan tindakan penuntut umum melimpahkan suatu berkas perkara pidana kepada Pengadilan yang berwenang dengan permintaan agar perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan. 

Dalam pentahapan proses perkara pidana menurut pengaturan dalam KUHAP, penuntutan adalah suatu tahapan sendiri yang berbeda dari tahapan lainnya baik mengenai prosesnya maupun pejabat yang berwenang dalam proses. 

Penuntutan merupakan proses yang berdiri sendiri yang berbeda dari proses sebelumnya ialah penyidikan dan proses sesudahnya ialah pemeriksaan dalam sidang dan pejabat yang berwenang dalam penuntutan adalah berbeda dengan pejabat dalam tahap penyidikan dan pejabat dalam sidang pengadilan. Pejabat dalam penuntutan hanya dilakukan oleh penuntut umum. 

Pembedaan ini adalah berbeda dengan pentahapan yang dikenal dan berlaku sebelum KUHAP, ialah yang berdasarkan H.I.R. Dalam HIR (Herziene Inlands Reglement) atau dalam Bahasa Indonesia disebut Reglemen Indonesia dibaharui (RIB), fungsi pendidikan yang di dalamnya disebut pengusutan, dengan penuntutan merupakan suatu tahapan atau dua bagian yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Kedua bagian ini diatur dalam satu Titel atau Bab ialah titel kedua dengan judul tentang mengusut kejahatan dan pelanggaran. 

Bagian pertama tentang pegawai dan pejabat yang diwajibkan mengusut kejahatan dan pelanggaran, diatur dari pasal 38 sampai dengan 45 HIR dan bagian kedua tentang pegawai penuntut umum pada pengadilan negeri, diatur mulai pada pasal 46 sampai pasal 52 HIR.

Dari sistematika pengaturan dalam HIR ini adalah jelas ternyata, penuntut umum dna tugas penuntutan, adalah salah satu bagian dari pengusutan kejahatan dan pelanggaran. 

Pasal 38 (1) Urusan melakukan polisi justisi pada ..... dst. Oleh Mr. R. Tresna dikatakan bahwa polisi justisi di sini menunjuk kepada tugas dari pejabat-pejabat penuntut umum. Dan tugas polisi justisi ini dikatakan meliputi tindakan-tindakan pengusutan, penuntutan sampai kepada melaksanakan keputusan Hakim Pidana. 

Dengan demikian tugas penuntut umum sebagai pelaksana polisi justisi, adalah meliputi pengusutan (penyidikan), penuntutan dan melaksanakan keputusan hakim pidana penyidikan dan penuntutan disamping merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan (satu tindakan tahapan dalam proses perkara pidana) jangan pun di bawah tanggung jawab satu pejabat ialah penuntut umum.

Karena penyidikan dan penuntutan merupakan satu tahapan, maka dalam pengertian delik aduan sebagai delik yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan, sudah termasuk pula di dalamnya adalah penyidikan ialah hanya dapat dilakukan penyidikan bila ada pengaduan karena penanggung jawab penyidikan (pengusutan) adalah juga penuntut umum. 

Hal ini dengan tegas dirumuskan dalam ketentuan pada pasal 46 (1) dan pasal 52 HIR. Terang bahwa adalah kewajiban karena jabatannya bagi penuntut umum untuk mengusut dan menuntut semua kejahatan maupun pelanggaran dimana ia wajib mula-mula mencari atau menyuruh mencari keterangan yang dapat dipakai membuat terang suatu perkara bila ia karena mengetahui sendiri, atau dengan menerima laporan atau pengaduan suatu kejahatan di daerahnya. 

Kewenangan penuntut umum dan fungsi penuntutan dalam HIR ini adalah berbeda dengan kewenangan penuntut umum dna fungsi penuntutan dalam KUHAP dimana sebagaimana sudah dikemukakan, bahwa penyidikan dan penuntutan dalam KUHAP adalah dua tahapan yang terpisah sedangkan penyidikan dan penuntutan dalam HIR adalah dua bagian dalam satu tahapan ialah tahapan mengusut kejahatan dan pelanggaran. 

Singkatnya mengusut adalah pemeriksaan permulaan suatu perkara pidana yang di dalamnya sudah meliputi penyidikan dan penuntutan. 

Kewenangan dan fungsi penuntutan dalam KUHAP adalah terpisah dari tahapan penyidikan, sehingga kalau dalam pentahapan HIR delik aduan sebagai delik yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan, dalam pengertian ”Hanya dapat dituntut” sudah dapat dikatakan termasuk di dalamnya ”Penyidikan ” karena yang bertanggung jawab dalam penyidikan dan penuntutan adalah penuntut umum, dalam pengertian KUHAP yang terkandung dalam pengertian ”Hanya dapat dituntut” hanyalah penuntutan, tidak termasuk penyidikan. 

Oleh karena itu atas dasar pengaturan 
mengenai penyidikan dan penuntutan dalam KUHAP tidak ada larangan bagi penyidik untuk melakukan penyidikan bahkan menfaatkan kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh undang￾undang kepadanya, seperti penangkapan, penahanan, penyitaan dan lain sebagainya. 

Akan tetapi kewenangan ini justru bertentangan dengan maksud diadakannya delik aduan, ialah lebih mengutamakan kepentingan pribadi dari yang terkena kejahatan, dalam mana untuk menjaga jangan sampai kepentingan yang terkena kejahatan makin dirugikan karena adanya tindakan-tindakan hukum yang dilakukan 
terhadap pelaku tindak pidana. 

Misalnya pelaku tindak pidana adalah suami isteri sendiri dalam perbuatan zinah, atau anak sendiri yang melakukan pencurian. 

Dengan dilakukannya penangkapan atau penahanan dalam rangka penyidikan, justru yang terkena kejahatan makin dirugikan karena merasa malu, hubungan kekeluargaan menjadi terganggu dan lain sebagainya. 

Setiap tindakan hukum apa terlebih sudah berupa tindakan hukum paksaan terhadap pelaku tindak pidana kejahatan makin dirugikan setidak-tidaknya dalam hubungan kekeluargaan. 

Dengan demikian, dalam hubungan dengan pengertian delik aduan sebagai delik yang hanya dapat dituntut karena adanya pengaduan, di dalam pengertian dari pada ”hanya dapat dituntut ” sudah meliputi semua tindakan hukum apapun juga yang dapat dilakukan berdasarkan KUHAP, jadi meliputi baik tindakan-tindakan tahap penyidikan maupun tindakan pada tahap penuntutan. 

Hal yang masih mungkin dilakuan adalah tindakan-tindakan hukum dalam rangka penyelidikan. Tindakan-tindakan hukum dalam rangka penyelidikan menurut hemat penulis belum ada yang dapat dikatakan merugikan pihak terkena kejahatan, karena dalam kegiatan penyelidikan ini, belum ada tindakan-tindakan pemanggilan terhadap tersangka atau saksi-saksi, belum ada penangkapan kecuali dalam hal tertangkap tangan, dan belum ada penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

Penyelidikan pada prinsipnya sesuai rumusan dalam KUHAP, barulah merupakan rangkaian tindakan dari penyelidik menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk menentukan apakah dapat dilakukan penyidikan atau tidak. 

Jadi jikalau pada waktu dilakukan kegiatan penyelidikan terhadap suatu peristiwa, ternyata peristiwa tersebut biarpun merupakan tindak pidana akan tetapi delik aduan, maka penyidikan hanya dapat dilakukan bila ada pengaduan dari yang terkena kejahatan dan penyidikan tidak dapat dilakukan bila tidak ada pengaduan. 

Kemungkinan-kemungkinan ini sehubungan dengan pembedaan secara tegas antara fungsi dan pejabat dalam penyidikan dan penuntutan, perlu ada pengaturan secara tegas dalam perundang￾undangan (KUHAP). 

Bahwa dalam hubungan dengan pengertian delik aduan sebagai delik yang hanya dapat dituntut karena adanya aduan, sudah termasuk dalam ”hanya dapat dituntut” bukan hanya penuntutannya tetapi juga penyidikannya. 

Dengan adanya pengaturan secara tegas demikian akan menghilangkan kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik, ialah dalam melakukan penyidikan terhadap delik aduan melakukan tindaka-tindakan paksaan seperti penangkapan, penahanan dan lain sebagainya walaupun belum ada pengaduan terlebih pula ternyata pihak yang terkena kejahatan tidak bersedia mengajukan pengaduan. 

2. Arti Penuntutan Dan Pengaduan
Kitab undang-undang hukum pidana tidak memberikan suatu perumusan mengenai apa yang dimaksud dengan penuntutan walaupun istilah ini terdapat dalam rumusan beberapa pasal mengenai delik aduan. 

Pada pasal-pasal tertentu dalam KUHAP seperti : pasal 284 ayat (2): tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri dst. Pasal 287 ayat (2) penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, .... dst. 

Pasal 293 (2): penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. Dan istilah penuntutan dan pengaduan ini, masih didapati dalam beberapa pasal lainnya yang mengatur mengenai delik aduan. 

Akan tetapi apa yang dimaksud dengan penuntutan dan pengaduan itu, tidak dirumukan atau ditentukan dalam KUHPidana. 

Mungkin dalam hal ini karena penuntutan sudah merupakan bagian dari hukum yang formal atau hukum pidana formal yaitu hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum pidana material, sehin gga rumusan mengenai penuntutan dan pengaduan mungkin oleh para penyusun KUHPidana diserahkan pada penyusun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Karena hukum acara pidana adalah pada hakekatnya hukum yang mengatur mengenai tahapan dan proses penyelesaian suatu perkara pidana sebagai rangkaian tindakan dan kegiatan mempertahankan hukum pidana material, sedangkan penuntutan adalah merupakan salah satu upaya atau tindakan yang dilakukan dalam proses perkara pidana sehingga dipandang lebih tepat merumuskan arti penuntutan dan pengaduan itu dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Sehubungan dengan arti penuntutan itu, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, berdasarkan undang-undang no. 8 tahun 1981, memberikan perumusan mengenai pengertian penuntutan. 

Demikian pada pasal 1 butir 7 KUHAP, dinyatakan bahwa penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. 

Penuntutan dengan demikan adalah salah satu tindakan dari penuntut umum yang dalam hal ini adalah berupa melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang. 

Pelimpahan ini dilakukan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan, tegasnya (KUHAP). Pelimpahan perkara dimaksud adalah dengan permintaan supaya perkara itu diperiksa dan diputus oleh hakim dalam sidang pengadilan. 

Selanjutnya mengenai pengaduan, Kitab Undang-undang Hukum Pidana juga tidak memberikan batasan arti karena mungkin dalam hal ini pula sebagaimana dikemukakan di atas bahwa penyusunan KUHPidana memandang lebih tepat arti pengaduan ini kalau dipandang perlu dirumuskan secara tegas, lebih tepat dirumuskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, karena pengaduan adalah merupakan salah satu upaya hukum yang diperlukan bahkan disyaratkan bagi delik-delik tertentu dalam rangka proses penyelesaian suatu perkara pidana. 

Drs. P. A. F. Lamintang, SH, dalam salah satu tulisannya, memberikan batasan mengenai pengaduan sebagai berikut : ”Yang dimaksud dengan klacht atau pengaduan di atas adalah suatu laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang atau 
orang-orang tertentu”.

Dalam pengertian yang dikemukakan di atas, pengaduan adalah suatu laporan akan tetapi dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang atau orang-orang tertentu. 

Mungkin untuk lebih jelas dan lengkapnya rumusan ini, dapatlah diberikan agak lebih 
sempurna, ialah bahwa pengaduan adalah suatu laporan bahwa telah dilakukannya suatu tindak pidana oleh seseorang tertentu dengan permintaan agar dilakukan penuntutan terhadap pelaku yang disebutkan dalam pengaduan tersebut. 

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dirumuskan mengenai pengaduan pada pasal 1 butir 25 yang menyatakan : Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. 

Dari batasan ini dapat diketahui arti yang diberikan oleh penyusun KUHAP mengenai pengaduan ialah bahwa pengaduan adalah pemberitahuan tapi yang disertai permintaan dari yang berkepentingan. 

Jadi bukan hanya sekedar memberitahukan akan tetapi juga disertai permintaan dan pemberitahuan ini tidak dilakukan oleh sembarangan orang melainkan hanya dilakukan oleh yang berkepentingan. 

Pemberitahuan dimaksud juga hanya disampaikan kepada pejabat yang berwenang jadi bukan kepada pejabat yang tidak berwenang. Ini pemberitahan dan permintaan ialah agar pejabat yang berwenang melakukan penuntutan menurut hukum seorang yang melalukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Jadi yang diadukan tidak semua tindak pidana melainkan hanya tindak pidana aduan.

SEKIAN...
Semoga artikel ini bermanfaat bagi banyak orang...

Dihimpun dari berbagai sumber, literatur, buku-buku hukum, kajian hukum, seminar hukum, materi perkuliahan dan diskusi...

Salam...
Admin : Karmila Putri, SH
Update post : Dewi Lestari

Advokat : Andi Akbar Muzfa, SH
Kantor Hukum :
Lawfirm Bertua & Co
Famz & Partners
Andi Muzfa & Partners
KONSULTASI HUKUM GERATIS...
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566
Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain...
Save Link - Andi AM

✂ Waktunya Belajar...
Loading Post...

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+
TENTANG BLOGGER!
Info Blogger - Blog Senior Kampus dikelolah oleh beberapa admin dari kalangan Mahasiswa Hukum dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan. Kami hanyalah sekumpulan kecil dari kalangan akademisi yang senang berbagi pengetahuan melalui Blogging... Save Link - Andi AM