Pembunuhan Berencana
Pasal pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."
"Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."
Yang dimaksud berencana dalam pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang dilakukan dengan proses bagaimana cara pelaksanaan pembunuhan, alat atau sarana yang digunakan, tempat atau lokasi pembunuhan, waktu pelaksanaannya, atau cara pelaku pembunuhan berencana untuk menghilangkan jejak.
KUHP menganggap pembunuhan berencana adalah kejahatan yang sangat menyinggung asas-asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Pembunuhan berencana memerlukan akal licik atau niat yang sangat jahat, alat serta sarana yang memadai, serta waktu yang tepat dan juga motif kuat untuk menggerakan seseorang untuk melakukan pembunuhan.
Dasar Hukum Mengadili Polisi
Setelah mengetahui bunyi pasal pembunuhan berencana, lalu bagaimana jika pelaku pembunuhan berencana tersebut adalah anggota polisi? Apa dasar hukum mengadili polisi? Siapa yang berhak mengadili polisi?
Apakah polisi masuk ke pengadilan militer?
Dahulu sebelum diundangkannya UU Kepolisian, kepolisian merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sehingga status hukum kepolisian tunduk pada kekuasaan peradilan militer.
Dahulu sebelum diundangkannya UU Kepolisian, kepolisian merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sehingga status hukum kepolisian tunduk pada kekuasaan peradilan militer.
Adapun siapa yang berhak mengadili polisi dan dasar hukum mengadili polisi kini tercantum dalam Pasal 29 UU Kepolisian yang mana anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) tunduk pada kekuasaan peradilan umum. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana tata cara pemeriksaan polisi yang melakukan tindak pidana?
Mengenai tata cara pemeriksaannya, Anda dapat merujuk ketentuan dalam PP 3/2003. Pada prinsipnya, proses peradilan pidana bagi anggota kepolisian secara umum dilakukan menurut hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Sehingga, anggota Polri tunduk pada kekuasaan peradilan umum, bukan kekuasaan peradilan militer.
Pemeriksaan di tingkat penyidikan dilakukan dengan memperhatikan kepangkatan:
- Tamtama diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Bintara;
- Bintara diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Bintara;
- Perwira Pertama diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Bintara;
- Perwira Menengah diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Perwira Pertama;
- Perwira Tinggi diperiksa oleh anggota kepolisian berpangkat serendah-rendahnya Perwira Menengah.
Jika Anggota POLRI Diduga Melakukan
Tindak Pidana atau Pembunuhan Berencana?
Bagi tersangka atau terdakwa anggota kepolisian, tempat penahanannya dapat dipisahkan dari ruang tahanan tersangka atau terdakwa lainnya. Bahkan anggota kepolisian yang ditetapkan jadi tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas kepolisian sejak proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Tindak Pidana atau Pembunuhan Berencana?
Bagi tersangka atau terdakwa anggota kepolisian, tempat penahanannya dapat dipisahkan dari ruang tahanan tersangka atau terdakwa lainnya. Bahkan anggota kepolisian yang ditetapkan jadi tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas kepolisian sejak proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kemudian untuk penuntutan dilakukan di lingkungan peradilan umum oleh jaksa penuntut umum sesuai peraturan yang berlaku. Begitu pula dengan pemeriksaan di muka sidang pengadilan oleh hakim peradilan umum. Selanjutnya, jika sudah didakwa dan dijatuhi vonis, pembinaan narapidana anggota kepolisian dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan.
Anggota polisi yang melakukan tindak pidana diberhentikan tidak dengan hormat apabila dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian. Pemberhentian ini dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Siapa yang berwenang memberhentikan anggota kepolisian?
- Presiden Republik Indonesia untuk pangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) atau yang lebih tinggi;
- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) atau yang lebih rendah.
Sebagai tambahan informasi, jika polisi melakukan pelanggaran kedisiplinan, yang bersangkutan dapat diberikan hukuman disiplin berdasarkan PP 2/2003. Dengan demikian, polisi yang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana diproses pidana menurut hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum dengan memperhatikan beberapa ketentuan beracara sebagaimana disebutkan di atas.
Semoga Bermanfaat...
Admin : Andi Yunarti SH
Sumber : Tugas Kuliah Mahasiswa Hukum
Sumber : Tugas Kuliah Mahasiswa Hukum
KONSULTASI HUKUM GERATIS... |
Kantor Hukum ABR & PARTNERS dibawah pimpinan Andi Akbar Muzfa, SH., Membuka Konsultasi Hukum Geratis Buat Para Pencari Keadilan Yang Membutuhkan Pandangan dan Pertimbangan Hukum...
No. HP/WA : 082187566566 Sebaik-baik Manusia adalah yang Bermanfaat Bagi Sesamanya/Orang Lain... Save Link - Andi AM |
✂ Waktunya Belajar... |
Loading Post...
|